Sabtu, 27 November 2010

Tauhid


Hal-hal Yang Mengurangi atau Merusak Tauhid

Karena sikap tauhid ini merupakan sikap mental (hati), hati yang kurang stabil akan menyebabkan sikap ini: mudah berubah-ubah. Oleh karena itu do'a yang dianjurkan agar selalu dibaca ialah: "Wahai Pembolak-balik hati, tetapkanlah hatiku atas agama-Mu, dan atas ta'at akan Dikau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku ini termasuk orang yang menzhalimi diriku."
a. Penyakit Ria

Sangatlah perlu kita sadari beberapa kelemahan yang ada dalam diri kita sendiri. Dengan mengetahui serta menyadari adanya kelemahan dalam diri kita ini semoga kita dapat lebih mudah mengatasi dan mengontrolnya. Kelemahan-kelemahan ini pun disinyalir oleh Allah sendiri dalam al-Qur'an sebagai peringatan bagi manusia. Contohnya:
"Sesungguhnya proses terjadinya manusia (membuatnya) tak stabil. Bila mendapat kegagalan lekas berputus asa. Bila mendapat kemenangan cepat menepuk dada." (Q.70:19.21)
Ciri manusia seperti yang dikatakan al-Qur'an ini membuat manusia senantiasa merasa cemas akan wujud dirinya. Hal ini bisa difahami jika kita suka mengenang kembali Asal-usul kejadian kita. Setiap manusia berasal dari air mani yang ditumpahkan oleh ayahnya ke dalam rahim ibunya.

Menurut ilmu kedokteran, setiap cc (
centimeter cubic) air mani ini mengandung seratus juta bibit manusia yang bernama spermatozoa, yang bentuknya seperti jarum pentul dengan kepala yang besar dan berekor panjang yang dapat digerak-gerakkan untuk berenang. Dalam setiap kali bersenggama seorang laki-laki yang sehat rata-rata mengeluarkan sebanyak dua setengah cc air mani atau sebanyak 250 juta spermatozoa.

Setiap ekor spermatozoa ini mempunyai sejumlah gene yang mengandung tabi'at dan sifat serta bakat serta jenis kelamin masing-masing. Sedang di dalam rahim ibu biasanya hanya menunggu sebuah sel telur (ovum). Maka setiap manusia pada dasarnya berasal dari satu sel telur, yang menunggu di dalam rahim ketika suami isteri bersenggama, dari salah satu dari 250 juta spermatozoa tadi.

Jadi menurut teori kemungkinan, maka kemungkinan terjadinya seseorang sebagai pribadi dengan bakat dan watak tertentu ialah 1/250 juta, yang dalam ilmu pasti biasanya dianggap sama dengan nol.

Keseluruh spermatozoa yang 250 juta ini harus berjuang mati-matian berenang dari mulut rahim menuju tempat sel telur yang menunggu di mulut pipa fallopi.

Pipa fallopi (Fallopian tube) ialah pipa yang menghubungkan sarang telur dengan rahim. Yang paling dulu sampai dan masuk ke dalam sel telur itulah yang menjadi embryo manusia. Spermatozoa lainnya (yang 250 juta kurang satu) akan terbuang dan mati tanpa meninggalkan bekas dan makna. Padahal jika ketika itu sedang ada dua atau tiga sel telur di dalam rahim itu, maka akan terjadi dua atau tiga bayi yang kembar.

Maka yang terbuang karena terlambat sampai tadi, hilang, tak pernah disebut-sebut, padahal setiap ekornya sudah punya potensi dan bakat serta pribadi masing-masing. Inilah barangkali yang dimaksudkan Allah agar kita mencoba merenungkan dan menilai kehadiran kita di dunia ini dengan firman-Nya:
"Bukankah telah berlalu bagi manusia suatu masa, bahwa wujudnya tiada bernilai untuk disebut-sebut? Sesungguhnya telah kami jadikan manusia itu dari setetes mani campuran, untuk mengujinya; lalu Kami anugerahi pendengaran dan penglihatan." (Q.76:1,2)
Dari proses ini dapatlah difahami betapa manusia menurut asal-usulnya tiada bernilai sama sekali, bahkan kepastian wujudnya pun hampir nol (satu per dua ratus lima puluh juta). Padahal, dengan kehendak Allah SWT manusia telah diangkat menjadi wakil atau khalifah-Nya di muka bumi. Kedua kenyataan ini telah membuat manusia merasa tidak pasti akan dirinya, karena merasa berada di tengah-tengah antara keduanya.

Kenyataan yang pertama berupa kehinaan (
insignificance = tidak berarti), sedangkan kenyataan kedua berupa kemuliaan, yang bagi sebahagian besar manusia baru merupakan harapan, yang masih perlu diperjuangkan. Jarak antara hakikat (kenyataan) dan hasrat asli manusia ini menyebabkan ketidak stabilan watak (sikap mental) manusia. Semakin jauh jarak ini semakin tidak stabil wataknya; sebaliknya semakin dekat jarak ini semakin stabillah wataknya.

Mereka yang tidak stabil akan sangat membutuhkan pengakuan dan pujian atau penghargaan. Dengan perkataan lain, pada dasarnya setiap manusia sangat senang, bahkan akan berbuat apa saja yang mungkin sekadar untuk mendapat penghargaan dan pengakuan (
approval and recognition). Inilah pokok pangkal dari sifat ria (ingin dipuji). Rasulullah memperingatkan, bahwa ria ini syirik khafi (syirik kecil). Tapi syirik kecil ini akan mudah menjadi besar jika lepas dari kontrol.

Pada mulanya sikap ini timbul sebagai 'ujub, yang artinya heran atau kagum, yaitu heran atau kagum akan kebolehan atau kehebatan diri. Sikap ini biasanya timbul ketika orang baru selesai melakukan sesuatu yang mendapat perhatian dan kekaguman orang banyak. Di dalam hati akan timbul perasaan: "Wah, pintar juga saya ini". Inilah yang dinamakan 'ujub, dan sikap inilah ibarat "bunga"-nya.

Jika dalam keadaan masih "bunga" ini tidak segera dihapuskan, maka ia akan tumbuh menjadi "putik" nya, yaitu "ria". Jika ria tadi dibiarkan tumbuh terus, maka ia akan menjadi "buah", yang dinamai "kibir" atau "takabur" yang artinya membesarkan diri atau sombong. Inilah sifat Namrud dan Fir'aun yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Oleh karena itu Rasulullah pun pernah bersabda:
"Tidak mungkin masuk surga seseorang yang punya penyakit kibir walaupun sebesar zarah." (Muslim dan Tirmidzhi).
Cara mengontrol sikap ria ini ialah dengan berusaha senantiasa mengenang (zikir akan) Allah SWT, dan terus menerus menyadarkan diri, bahwa yang berhak mendapat pujian dan pujaan hanyalah Allah semata. Bacaan tahmid (AlhamduliLlah = segala puji hanya bagi Allah) hendaklah dibiasakan, terutama di saat-saat yang menggembirakan, ketika mendapat berita yang baik maupun ketika mendapat sesuatu yang menyenangkan hati terutama ketika dihargai atau dipujikan orang. Tahmid yang keluar dari hati yang ikhlash pasti akan mempertebal rasa tauhid dan menipiskan sifat ria.

Saidina 'Ali RA pernah agak marah kepada seseorang yang suka memuji beliau dengan mengatakan:
"Ana a'lamu bimaa fii nafsii", yang artinya: "Aku lebih mengetahui tentang diriku". Dengan teguran itu beliau telah menyatakan, bahwa beliau tak perlu dipuji, karena pujian itu hanya hak Allah SWT. Lagi pula pujian itu mungkin akan merusak mental yang dipuji.

b. Penyakit Ananiah (Egoisme)

Kemungkinan kedua bagi mereka yang belum stabil sikap pribadinya, selain sikap ria tadi, ialah manusia menempuh jalan pintas. Rasa tidak pasti tadi diatasinya dengan mementingkan diri. Sikap mementingkan diri ini memang sudah ada benihnya pada setiap pribadi. Sikap ini tumbuh di dalam perjuangan
"to be or not to be", atau perebutan hidup atau mati ketika manusia masih berbentuk spermatozoa yang memperebutkan satu-satunya ovum yang tersedia di dalam rahim ibu tadi.

Memang tidak bisa disangkal, bahwa manusia tidak akan mungkin lahir ke muka bumi ini jika ia tidak mendahulukan dirinya dari yang lain. Demi mendapatkan wujudnya, spermatozoa tadi telah terpaksa mendahulukan dirinya ketimbang sperma lain, yang seyogianya akan menjadi saudara kembarnya sedarah sedaging seandainya di rahim ibu ketika itu tersedia lebih dari satu ovum. Namun situasi telah memaksanya mendahulukan dirinya, jika tidak maka ia akan hilang tanpa dikenang (
lam yakun syaian mazkuuran Q. 76:1), sebagaimana telah diterangkan di atas.

Memanglah manusia ini dilahirkan sebagai individu yang bebas dan unique. Perangai mendahulukan diri terhadap orang lain ini kenyataannya memang perlu, jika manusia ingin terus wujud di dunia ini. Hak mendahulukan diri ini pun diakui dan dibenarkan oleh Allah SWT, namun ada tempat dan batasnya. Hak ini, yang biasa disebut hak-hak pribadi (
privacy), jelas diakui sepenuhnya oleh Allah SWT.

Hak mementingkan atau mendahulukan kepentingan diri ini dianjurkan Allah agar disalurkan kepada usaha lebih mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah) dengan 'ibadah yang lebih banyak dan lebih ikhlash. Usaha meningkatkan kualitas iman sedemikian sehingga mencapai tingkat taqwa yang istiqamah sangatlah digalakkan oleh Rasulullah SAW, dan diulang-ulang di dalam al-Qur'an.

Di samping itu kita pun diwajibkan pula menghormati hak individu orang lain. Misalnya di dalam al-Qur'an diterangkan, bahwa jika akan berkunjung ke rumah orang lain, maka kita diharamkan memasuki rumah orang itu sebelum mendapat izin terlebih dahulu dari penghuni rumah. Caranya minta izin itu ialah dengan memberi salam, dan menunggu jawaban. Jika sesudah tiga kali memberi salam tidak juga mendapat jawaban, maka itu tanda bahwa kita tidak diterima oleh yang punya rumah, maka kita wajib membatalkan niat akan berkunjung itu. Ini salah satu hukum yang menjamin kemerdekaan dan hak individu.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu masuki rumah yang bukan rumahmu, kecuali sesudah mendapat izin dari, dan sesudah mengucapkan salaam kepada penghuninya. Hal ini terbaik bagi kamu jika kamu mengerti. Sekiranya tidak Kamu dapati seorang pria pun di dalamnya, maka jangan kamu masuki sampai kamu mendapat izin, dan jika dikatakan kepadamu 'pergilah' maka hendaklah kamu pergi; yang demikian itu lebih bersih buat kamu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tindak tandukmu." (Q. 24 : 27,28).
Kenyataan lain yang harus pula diakui oleh manusia ialah, bahwa ia tak mungkin hidup sendiri di muka bumi ini. Setiap orang membutuhkan yang lainnya. Oleh karena itu Allah telah menciptakan hukum yang menentukan batas-batas antara pemenuhan kepentingan diri terhadap kepentingan bersama (masyarakat) secara seimbang dan serasi (harmonis).

Kita lahir sebagai individu, dan akan mati sebagai individu. Di dalam masa hidup yang kita tempuh di antara lahir dan mati itu kita akan terikat oleh ketentuan-ketentuan bermasyarakat, yang tak mungkin pula kita abaikan demi kelestarian hidup bersama itu. Batas-batas antara kedua kepentingan ini akan sangat sukar jika harus ditentukan oleh manusia sendiri, karena setiap diri akan cenderung lebih mendahulukan kepentingan dirinya terhadap kepentingan orang lain. Setiap orang cenderung akan berpikir subjective apabila menyangkut kepentingan dirinya. Oleh karena itulah, maka peranan hukum Allah, Yang Maha Mengetahui akan lekak-liku jiwa manusia, dalam hal ini muthlak perlu.

Orang yang belum stabil sikap pribadinya cenderung mengabaikan ketentuan Allah ini, karena kurang yakinnya ia akan keperluannya. Maka ia menempuh jalan pintas, yang berupa ananiah tadi, demi memenuhi kebutuhannya akan kestabilan pribadi. Namun di sini pulalah terletak kegagalannya. Sikap ananiah ini akan mendorongnya ke arah ekstreem, sehingga mempertuhankan dirinya sendiri, maka hancur-leburlah tauhidnya oleh karenanya. Ia lantas membesarkan, bahkan mengagungkan dirinya terhadap orang lain sekitarnya. Maka terkenallah ia sebagai orang yang sombong dan angkuh, sehingga dibenci oleh masyarakatnya.

Oleh karena itu, sikap ananiah ini dikutuk Allah dengan tajam sekali. Tokoh sejarah yang pernah besar dan kemudian dihancurkan Allah, karena sikap ini, banyak diceritakan di dalam al-Qur'an. Antara lain Fir'aun, Namrud, Samiri, Abu Lahab dan lain-lain.

Obatnya ialah 'ibadah yang ihsan dan khusyu', sehingga kita betul-betul bisa merasa ridha menerima ketentuan Allah terhadap diri kita masing-masing. 'Ibadah yang ihsan ini berfungsi membersihkan pribadi ini dari sikap ananiah ini. 'Ibadah yang ihsan telah diterangkan oleh RasuluLlah sebagai merasakan bahwa kita melihat Allah dalam 'Ibadah itu, karena walaupun tak mungkin melihat-Nya, tapi kita dapat merasakan, bahwa Allah senantiasa melihat dan memperhatikan perangai kita. 'Ibadah yang ihsan ini akan menumbuhkan rasa dekat dan mesra dengan Allah, sehingga menimbulkan rasa cinta kepada-Nya.

Rasa cinta ini akan menumbuhkan percaya diri yang sangat tinggi di dalam pribadi kita, sehingga rasa ketidak-stabilan oleh karena ketidak-pastian tadi menjadi sirna sama sekali, maka bersihlah diri dari sikap was-was atau ragu akan kasih sayang Allah, sebagaimana difirmankan Allah di dalam al-Qur'an:

"Demi pribadi dan penyempurnaannya; yang berpotensi sesat dan bertaqwa. Sungguh menanglah mereka yang mensucikannya; Sungguh rugilah mereka yang mengotorinya." (Q.91 : 7-10)
Dengan demikian ananiah atau jalan pintas untuk mengatasi rasa ketidak-pastian tadi tidak akan tumbuh di dalam pribadi yang mau ber'ibadah ihsan dan khusyu'. Berdasarkan ayat-ayat ini, jelaslah bagi mereka yang sadar, bahwa pensucian pribadi melalui 'ibadah yang ihsan dan khusyu' bukanlah sekadar kewajiban pribadi, tapi lebih merupakan suatu kebutuhan muthlak, yang tak mungkin diabaikan.

c. Penyakit Takut dan Bimbang

Penyakit yang sering bercokol dalam hati manusia ialah penyakit takut dan bimbang. Penyakit ini pun biasanya timbul akibat rasa ketidak-pastian yang telah diterangkan di atas. Kedua penyakit ini tumbuh akibat kurang yakinnya seseorang akan kemutlakan kekuasaan Allah SWT. Kurang yakinnya seseorang akan kemutlakan Allah ini menyebabkan ia kurang pasrah dalam mewakilkan nasibnya kepada Allah. Di dalam bahasa al-Qur'an dikatakan orang ini tidak tawakkal.

Tawakkal 'ala Allah artinya mewakilkan nasib diri kepada Allah semata. Kelemahan diri manusia akibat dari proses kejadiannya itu telah menyebabkan manusia senantiasa merasa tergantung kepada sesuatu yang lain. Jika ia yakin akan kekuasaan mutlak Allah SWT, maka ia akan puas dengan ketergantungannya kepada Allah saja. Jika ia kurang yakin akan kemutlakan kekuasaan Allah SWT, maka kebimbangan segera timbul. Kebimbangan ini kemudian akan berkembang menjadi rasa takut.

Rasa takut itu biasanya timbul terhadap perkara yang akan datang yang belum tentu akan terjadi. Misalkanlah perkiraan yang wajar menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya perkara itu dan akan berakibat jelek terhadap kita 50%. Biasanya dengan pengandaian yang dilebih-lebihkan dibayangkan seolah-olah kemungkinannya jauh lebih besar dari 50%, maka kita pun ketakutan.

Padahal, jika kita sadar, bahwa kita boleh saja mengandaikan sebaliknya, yaitu lebih kecil dari 50% bukankah kita tak perlu takut. Dalam keadaan tidak takut kita dapat mempersiapkan diri dengan baik untuk mengatasi akibat yang akan mungkin terjadi itu. Biasanya di bawah tekanan rasa takut orang sudah tidak dapat lagi berpikir wajar, bahkan bagi setengah orang bisa menjadi panik dan berhenti berpikir sama sekali.

Namun di atas semua itu, keyakinan akan seluruh sifat-sifat (attribute) Allah yang mutlak pasti akan menentukan dan memelihara kemantapan hati seseorang. Bukankah Allah SWT telah mcnjamin, bahwa "tidak akan mengenai suatu kejadian akan kita, kecuali jika memang telah ditetapkan Allah bagi kita." Dalam firman-Nya:
"Katakanlah: 'Takkan ada apapun yang akan menimpa kami, kecuali yang telah ditetapkan Allah; Dialah Pelindung kami, maka hanya kepada-Nya-lah si Mu 'min mewakilkan urusan mereka' . " (Q. 9: 51).
Takut dan bimbang adalah gejala jiwa yang kurang bertauhid. Dengan perkataan lain takut dan bimbang ialah pertanda syirik. Dr. Muhammad Iqbal, pujangga Islam terkemuka dalam abad ini telah menyatakan syirik setiap luapan takut dan bimbang dalam salah satu sajaknya yang berjudul: "Laa Takhaf Wa Laa Tahzan".

Laa Takhaf Wa Laa Tahzan

Wahai kau yang dibelenggu rantai takut dan gelisah
Pelajarilah mutu kata Nabawi: "Laa Tahzan"
Jangan takut tak berketentuan
Jika adalah padamu Tuhan Yang Maha Kuasa
Lemparkanlah jauh-jauh segala takut dan bimbang
Lemparkan cita untung dan rugi
Kuatkan iman sekuat tenaga
Dan kesankanlah berkali-kali dalam jiwamu: "La Khaufun 'Alaihim"
Tiada resah dan gentar pada mereka bagi zaman 'kan datang
Bila Musa pergi kepada Fir'aun
Hatinya membaja oleh mutu kata:
"Laa Takhaf, janganlah takut dan bimbang"
Siapa yang telah mempunyai semangat al-Musthafa
Melihat syirik dalam setiap denyut dan luapantakut bimbang.
Cara mengatasi rasa takut ialah dengan tawakkal 'ala Allah, artinya mewakilkan perkara yang kita takuti itu kepada Allah SWT, maka Allah akan memberikan pemecahan masalah tersebut. Di samping itu kita mempersiapkan diri seperlunya untuk mengatasi kemungkinan akibat buruk dari perkara tersebut bila terjadi.

Andai kata perkara itu terjadi benar-benar, maka kita tidak akan terkejut lagi, sehingga dapat lebih tenang mengatasinya. Betapapun jelek akibat terjadinya perkara tersebut atas diri kita, maka dengan bertawakkal 'ala Allah itu kita akan siap menerimanya sebagai kehendak Allah, Yang sedang menguji kita. Maka jika kita berhasil keluar dari peristiwa itu biasanya kita akan punya iman yang lebih menebal. Itulah yang dialami para nabi dan rasul dalam meningkatkan iman dan tauhid mereka.

Nabi Musa AS, umpamanya, telah mengalami segala macam ujian Allah yang berat-berat demi meningkatkan iman dan tauhid beliau. Musa AS mematuhi segala yang telah diperintahkan Allah kepadanya sepenuhnya. Kadang-kadang beliau juga merasa bimbang dan ragu, dan perasaan ini dijelaskan beliau kepada Allah, dan Allah memberikan bantuan seperlunya. Pada saat beliau, karena mematuhi perintah Allah, membawa seluruh orang Yahudi pindah keluar dari tanah Mesir, maka beliau dihadapkan dengan cabaran Allah yang cukup berat.

Ketika rombongan yang besar itu sampai ke pantai laut Merah kelihatan di belakang lasykar Fir'aun, yang siap akan menghancurkan mereka, datang mengejar. Maka, Musa AS dihadapkan dengan jalan buntu. Padahal beliau sampai ke situasi ini bukan karena kehendak beliau sendiri; beliau sampai ke situasi ini hanya karena mematuhi perintah Allah, maka ketika beliau mewakilkan perkara ini kepada Allah, maka Allah SWT segera memberikan pemecahan masalahnya, dan dengan demikian Musa menjadi lebih matang. Inilah yang digambarkan oleh sajak berikut ini:
Have you ever been to the Red Sea shore in your life,
Where inspite of everything you can do,
There is no way back, there is no way out,
There is no other way but through.

Jika diterjemahkan kira-kira:

Pernahkah dalam hidup ini anda terbuntu di Laut Merah,
Yang walau apapun anda boleh buat dan rancang,
Namun anda tak mungkin mundur konon pula menyerah,
Satu-satunya jalan hanyalah terus menyeberang.
Musa AS tawakkal 'ala Allah atas perkara yang sedang dialaminya akibat patuhnya beliau kepada perintah Allah, maka Allah SWT tak mungkin mengecewakan hamba-Nya yang memenuhi seluruh kehendak-Nya.
"Wahai orang yang beriman, jika kamu menolong (melaksanakan semua perintah) Allah, maka Ia akan menolong kamu dan memantapkan langkah-langkahmu." (Q. 47:7)
Maka dengan kehendak Allah laut Mcrah menyibakkan airnya dan memberikan rombongan Musa AS jalan untuk lewat menyeberang. Sementara itu barisan lasykar Fir'aun dihadang oleh api besar sampai rombongan Musa AS hampir selesai menyeberang. Sesudah api besar itu reda, lasykar Fir'aun mengejar menyeberangi laut yang masih terbuka itu sampai ke tengah, maka laut itu pun menelan mereka seluruhnya. Inilah kekuatan pengaruh tauhid yang bagi seorang Rasul seperti Musa AS telah berubah menjadi apa yang dinamakan mu'jizat.

Ummat Muhammad SAW telah mendapat karunia khas berupa mu'jizat yang tidak saja diajarkan oleh beliau, bahkan telah dipusakakan beliau kepada ummat yang sangat dicintai beliau ini. Kehebatan sikap tauhid ini akan selalu terbukti seandainya ummat ini bersedia menghargai dan mengamalkannya. Sayang, kebanyakan ummat kita masih terlalu tebal kemusyrikannya, sehingga terhadap ilah yang berupa rokok saja pun kebanyakan ummat kita masih takluk tak berkutik, termasuk sebahagian pemimpin dan ulamanya! AstaghfiruLlah . Ya Allah, ampuni dan tunjukilah kami semuanya dalam mencapai ridha-Mu ...!!!

d. Penyakit Zhalim

Zhalim adalah lawan dari 'adil. Zhalim artinya meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya atau melakukan sesuatu yang tidak semestinya. Lawannya 'adil, yang artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya atau melakukan sesuatu yang pantas. Jadi kalau seseorang membunuh ular karena ia akan membela nasib seekor tikus yang akan diterkam dan dimakan ular itu, maka tindakannya itu tidak bisa dikatakan 'adil, karena sudah taqdir Allah SWT, bahwa tikus itu memang makanan ular.

Demikian pula sikap orang-orang vegetarian yang tak mau makan daging, karena katanya manusia tidak pantas berwatak kejam membunuh binatang yang akan dimakannya. Dengan bersikap demikian mereka menganggap kehidupan mereka penuh dengan kasih sayang sesama makhluk Tuhan. Padahal Allah SWT telah berfirman, bahwa segala sesuatu yang ada di muka bumi ini dan segala yang ada di langit diciptakan Allah untuk melayani kebutuhan manusia.
"Dan Ia telah menyediakan bagi kamu segala sesuatu yang ada di langit dan apa yang di bumi seluruhnya dari pada-Nya, sesungguhnya dalam hal ini terdapat beberapa tanda bagi kaum yang mau berfikir." (Q. 45:13).
Dari ayat ini dan beberapa ayat lain yang senada (lihat juga Q. 14:32-33; 16:12,14; 22:65; 31:20,29; dan sebagainya), maka membunuh binatang yang memang diciptakan Allah untuk kepentingan kesejahteraan manusia tidaklah termasuk zhalim atau kejam asalkan kita memenuhi segala persyaratan yang berkenaan dengan itu seperti harus dengan pisau yang tajam dan langsung memotong urat leher tertentu agar darahnya segera tanpa tertahan keluar dengan lancar, dan sebagainya.

Dari ulasan ini dapatlah diketahui, bahwa kezhaliman bisa terjadi jika seseorang melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kewajaran. Sesuatu yang tidak wajar itu biasanya bertentangan dengan hukum atau sunnah Allah SWT. Jadi zhalim dengan tegas berarti melakukan sesuatu yang bertentangan dengan sunnah Allah SWT. Bedanya dengan kufur hanyalah dalam i'tiqadnya.

Seorang kafir menolak sunnatullah dengan hati dan perbuatannya, sedangkan seorang Muslim yang bertindak berlawanan dengan sunnatullah dikatakan zhalim, walaupun ia masih tetap seorang Muslim. Namun kebiasaan berperilaku zhalim akan merusak mentalnya, karena dengan perilaku ini ia telah merendahkan atau meremehkan sunnatullah yang pasti menimbulkan akibat negatif bagi dirinya dan lingkungannya. Sikap meremehkan sunnatullah ini termasuk atau mendekati sikap sombong yang telah dibicarakan di atas. Pada akhirnya jika pen-zhalim tidak segera taubat maka ia akan menjadi kufur juga akhirnya. Oleh karena itu sikap zhalim dibenci oleh Allah.

Selain dari pada itu zhalim terhadap makhluk lain, terutama terhadap manusia berarti merendahkan derajat manusia yang dizhalimi. Manusia sebagai makhluk yang dimuliakan Allah haram direndahkan. Bertindak zhalim sama dengan mendekatkan diri dengan kekufuran, karena denqan tindakan itu pen-zhalim telah menandingi hak Allah sebagai Satu-satunya Yang Berhak bertindak menurut iradah-Nya tanpa perlu menenggang yang lain. Tindakan menandingi hak Allah inilah yang berlawanan dengan tauhid. Dengan perkataan lain, zhalim pada dasarnya akan mendekatkan diri seseorang kepada syirik.

Bertindak zhalim terhadap makhluk selain manusia pun bisa mendekatkan diri kepada kufur, karena telah melawan sunnah Allah. Umpamanya, membunuh binatang yang tak akan dimakan, tapi hanya sebagai permainan atau hobby. Juga, perbuatan-perbuatan yang menimbulkan pencemaran pada lingkungan seperti menebang kayu yang tak akan dimanfaatkan, atau dengan cara yang berlebih-lebihan karena didorong oleh sifat
thama' untuk mendapatkan keuntungan yang berlebihan, sehingga menimbulkan ketidak-seimbangan ecology. Perbuatan zhalim seperti ini sama dengan "berlagak tuhan", yang boleh berkemauan seenaknya sendiri tanpa menenggang kepentingan orang atau makhluk lain. Hal ini jelas akhirnya akan termasuk syirik atau paling tidak menjauhkan diri seseorang dari sikap tauhid yang istiqamah.

e. Penyakit Hasad atau Dengki

Hasad tumbuh di hati seseorang apabila ia tidak senang kepada keberhasilan orang lain. Sikap ini biasanya didahului oleh sikap yang menganggap diri paling hebat dan paling berhak mendapatkan segala yang terbaik, sehingga jika melihat ada orang lain yang kebetulan lebih beruntung, maka ia merasa disaingi. Jadi pada dasarnya hasad ini juga berasal dari sikap membesarkan (kibir) diri atau sombong.

Sikap tauhid pasti akan membuahkan hal yang sebaliknya, karena dengan mentauhidkan Allah seseorang pasti bisa merasakan, bahwa semua makhluk Allah sama kedudukan dan haknya masing-masing di hadapan Allah SWT. Hanya Allah sendiri yang pantas dianggap lebih dari semua yang ada. Adapun manusia punya hak yang sama di sisi Allah. Jika ada manusia yang lebih dimuliakan Allah dari yang lainnya, maka hanya Allah sendiri yang berhak menentukan apa kriterianya, dan bagaimana cara mengukurnya. Di dalam al-Qur'an dikatakan, bahwa kelebihan seseorang manusia terhadap yang lain hanyalah ditentukan oleh ketaqwaan manusia tersebut.
"Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu ialah yang paling bertaqwa, sesungguhnya hanya Allah Yang Maha Mengetahui, Maha Sadar." (Q. 49:13)
Namun taqwa ini merupakan kwalitas hati, yang tidak mungkin diketahui oleh manusia ukurannya. "Taqwa-meter" tak pernah dan tak mungkin dibuat oleh manusia. Oleh karena itu hanya Allah SWT yang mengetahui derajat ketaqwaan seseorang, dan hanya Allah yang Maha Sadar (Khabiir = absolutely well informed) akan nilai setiap orang, maka hanya Allah yang bisa menilai kelebihan seseorang terhadap yang lain.

Memang dalam pergaulan sesama manusia sering diperlukan suatu metoda tertentu untuk menilai mutu seseorang misalnya setiap guru atau dosen harus menilai murid atau mahasiswanya untuk mengetahui apakah ia pantas dinaikkan atau diluluskan. Di dalam suatu perusahaan, seorang manajer personalia harus mengadakan penilaian (
performance appraisal) terhadap bawahannya, namun penilaian itu hanyalah bersifat lahiriah, yaitu yang dinilai ialah hasil prestasi, sama sekali bukan nilai moral atau motivasi bawahan tersebut.

Oleh karena itu penilaian prestasi (
performance appraisal) yang dilakukan oleh seorang manager personalia yang Islami haruslah berdasarkan persetujuan antara si penilai dan orang yang dinilai, dan kedua orang ini haruslah menandatangani laporan hasil penilaian tersebut. Aturan yang sudah biasa dilakukan di kalangan manajer yang modern ini dibuat demi menghasilkan penilaian yang lebih mendekati keobjektifan, namun semua pakar manajemen masih mengakui, bahwa penilaian yang objektif seratus persen tidak akan pernah dicapai manusia, jadi tepat sebagaimana difirmankan Allah SWT:
"Katakanlah: 'Setiap kamu berkarya menurut bakat masing-masing, hanya Allah, Tuhanmu yang paling mengetahui siapa yang benar-benar mendapat petunjuk di jalan yang ditempuhnya'..." (Q.17:84)
Ayat ini tegas menyatakan, bahwa selain Allah tidak ada yang mampu memberikan penilaian yang betul-betul objektif. Oleh karena itu, sikap dengki yang biasanya didahului oleh penilaian yang subjektif terhadap diri orang lain pasti mendekatkan seseorang kepada syirik, karena menilai secara subjektif itu pada hakikatnya sudah berarti menandingi hak Allah SWT. Wallahu a'lam bishawab.
Ketika Ruh Dicabut
PostDateIconJumat, 26 November 2010 17:40 | PDF| Cetak| E-mail
Imam Ahmad dalam Musnad-nya, demikian juga Ibnu Hibban, Abu ‘Awanah Al-Isfirayaini dalam kitab Shahih keduanya, meriwayatkan dari Al-Manhal dari Zadan bin Al-Bara’ bin ‘Azib bahwa ia berkata, “Kami pernah pergi bersama Rasulullah untuk mengantar jenazah. Beliau duduk di atas kuburan dan kami duduk di sebelahnya. Kami diam dan tenang laksana di atas kepala kami terdapat seekor burung. Sambil menguburkan jenazah tersebut, Beliau berkata, “Aku berlindung diri kepada Allah dari siksa kubur.” Beliau mengucapkannya tiga kali.

Selanjutnya Beliau bersabda, “Sesungguhnya orang yang beriman jika akan pindah ke alam akhirat dan meninggalkan dunia, maka para malaikat itu turun kepadanya. Wajah mereka seperti matahari dan setiap dari mereka membawa wewangian dari surga dan kain kafan. Mereka duduk di dekat orang yang beriman sebatas pandangan kemudian malaikat pencabut nyawa duduk di dekat kepalanya dan berkata, “Wahai jiwa yang baik, keluarlah menuju ampunan dan keridhaan Allah.”

Rasulullah kemudian bersabda, “Ruh orang beriman pun keluar dari jasadnya seperti halnya air keluar dari mulut teko. Malaikat pencabut nyawa segera mengambilnya. Ketika ruh orang itu telah berada dalam genggamannya, para malaikat yang lain tidak membiarkan ruh orang beriman itu berada di tangan malaikat pencabut nyawa sekejap mata hingga kemudian mereka mengambilnya dan menaruhnya di atas kain kafan surga dan wewangian tersebut. Dari ruh orang beriman, keluarlah wewangian paling harum yang pernah ada di bumi.”

Kata Rasulullah selanjutnya, “Kemudian para malaikat naik membawa ruh orang beriman dan setiap kali mereka melewati para malaikat, maka mereka bertanya, “Ruh siapa yang harum ini?” Mereka menjawab, “Ini adalah si fulan bin fulan,” sembari menyebutkan nama terbaik yang pernah menjadi sebutannya ketika di dunia hingga kemudian mereka berhenti di langit kedua. Mereka minta dibukakan bagi ruh tersebut kemudian dibukakanlah untuknya. Ruh tersebut disambut seluruh makhluk di langit kedua dan mereka mendekatkan ruh tersebut ke langit berikutnya hingga mereka membawa ruh itu tiba di langit di mana Allah berada. Allah kemudian berfirman, “Tuliskan kitab hamba-Ku ini dalam ‘Illiyyin, lalu kembalikanlah ia ke bumi. Sebab, dari bumi itulah Kami menciptakan mereka, ke dalamnya Kami kembalikan mereka, dan darinya pula Kami keluarkan mereka sekali lagi.”

Selanjutnya Rasulullah bersabda, “Dan sesungguhnya orang kafir itu jika meninggal dunia menuju ke akhirat, maka para malaikat turun kepadanya dari langit dengan wajah yang hitam dan membawa kain kafan kasar, lalu duduk di dekatnya sebatas pandangan.

Malaikat pencabut nyawa datang kepadanya dan duduk di dekat kepalanya lantas berkata, “Wahai ruh yang kotor, keluarlah menuju kemurkaan dan kemarahan dari Allah!” Lalu ruhnya berpisah dari jasadnya dan malaikat mencabutnya seperti mencabut besi pembakar dari wol yang basah. Selanjutnya malaikat pencabut nyawa mengambilnya dan jika sudah ia ambil, maka para malaikat yang lain tidak membiarkan ruh tersebut di tangannya sekejap mata hingga kemudian mereka meletakkannya di dalam kain kasar tersebut. Dari padanya keluar bau paling busuk yang pernah ada di muka bumi.

Para malaikat membawanya naik dan setiap kali mereka melewati malaikat, mereka bertanya, “Ruh busuk siapa ini?” Para malaikat menjawab, “Ini adalah si fulan bin fulan,” sembari menyebutkan sejelek-jeleknya nama yang dialamatkan kepadanya ketika di dunia. Ruh itu terus dibawa naik hingga sampai ke langit dunia. Ia meminta agar pintu langit itu dibuka, namun tidak juga dibukakan untuknya.

Kemudian Beliau membacakan firman Allah swt., “Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum.” (Al-A’raf: 40).

Allah swt. kemudian berkata, “Tuliskan kitabnya di Sijjin, di bumi yang terbawah!” Lalu ruh tersebut dilemparkan begitu saja. Selanjutnya Rasulullah membacakan firman Allah, “Barangsiapa menyekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (Al-Hajj: 31) [Diriwayatkan oleh Ahmad (VI/287 dan 295) dan Abu Dawud (4753)]
Ma'rifatul Insan (Mengenal Diri Manusia)
PostDateIconKamis, 14 Januari 2010 15:33 | PDF| Cetak| E-mail
I. Mukadimah (Pendahuluan)
Allah SWT menciptakan manusia ke dunia mempunyai maksud tertentu, yakni selain agar beribadah kepadaNya diamanatkan sebagai Khalifah Fil Ardhi sehingga tercipta masyarakat yang tentram serta sejahtera. Akan tetapi tugas yang diamanatkan kepada Al-Insan (manusia) sering kali dimanipulasikan sesuai kehendak hawa nafsu syaitan,sehingga fungsi sebagai khalifah tidak dapat dilaksanakan dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya, jika setiap manusia memahami akan maksud diciptakan Allah SWT ke dunia ini, maka segala gerak langkahnya selalu disesuaikan dengan syariat dinullah. Tujuan diciptakan manusia secara argumen yang ditegaskan Allah SWT seperti firmanNya: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu." (QS.51:56). Dengan penjelasan firman Allah SWT tersebut sudah jelas dan tegas apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia dalam kehidupan sehar-hari, yaitu penghambaan secara totalitas kepada Al-Khaliq.
Harus diakui dalam realita kehidupan sehari-hari penyimpangan hampir tidak dapat dihindarkan dari perbuatan manusia, karena dunia sekuler lebih dominan dibandingkan dengan hakekat kebesaran Allah SWT,sebagai penguasa tunggal. Terjajahnya oleh bentuk kezaliman pada dasarnya terdapat peluang yang dimiliki oleh manusia, yakni berupa da'fu iman (lemah iman). Terdapatnya da'fu iman jika dibiarkan hidup pada diri seseorang akan memudahkan operasinya kelompok syaitan dengan leluasa. Karena para syaitan mempunyai komitmen untuk menghancurkan umat manusia dengan wasail (sarana) serta berbagai arah pengerti penegasan Allah SWT: "Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)." (QS.7:17).
Perlu disadari secara cermat, bahwa aktivitas syaitan seperti ditegaskan oleh Allah SWT melalui ayat di atas, sebuah gerakan yang akan dijalankan secara istimariyah sampai pada suatu keberhasilan tertentu yaitu menciptakan manusia mungkar.

II. Sifatul Insan
Hilangnya penyadaran manusia terhadap asal serta tujuan diciptakan oleh Allah SWT adalah konsekuensi tidak ma'rifah (mengenal) terhadap dirinya. Sehingga menjadikan hidupnya tanpa memperhatikan norma-norma yang seharusnya dipatuhi. Dalam kaitan ini perlu direnungkan pepatah yang menyebutkan: "man a'rafa nafsah faqad a'rafa rabbah, maknanya "Barang siapa mengenal dirinya niscaya mengenal Rabbnya."
Maka sangat wajar jika di kalangan ummat kurang menyadari hakekat untuk apa diri ini diciptakan dan harus bagaimana melakukan aktivitas di dunia, karena tidak mengenal akan dirinya sendiri. Padahal manusia diciptakan lebih mulia dibandingkan dengan makhluk lainnya, yakni diberikan akal. Hanya masalahnya, akal itu tidak difungsikan sebagaimana seharusnya sesuai dengan petunjuk dari Sang Khaliq.
Gambaran manusia yang tidak memfungsikan akal seperti aturannya telah ditegaskan Al-Quran: "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS.7:179).
Akal dalam arti yang sebenarnya akan mampu mengarahkan maupun mengondisikan dirinya, jika setiap insan telah ma'rifah secara jujur. Ma'rifah seperti yang disinggung di atas, sebuah tugas yang sepenuhnya tanggung jawab setiap insan, lebih-lebih keterkaitannya dengan Al-Khaliq (hablum minallah).
Ketika akal berfungsi, maka reaksi pemahaman tentangakan penciptaan alam pun dapat dikenalnya kemudian mengerti jalan yang harus ditempuh. Dan Allah SWT, memberikan dua jalan yang disodorkan kepada manusia untuk dipilihnya seperti firmanNya: "Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan." (QS.90:10). Kemudian dua jalan yang dimaksud secara transparan disinggung pada firman lain yaitu: "Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya (QS.91:8). Dua jalan yang tersedia ketentuan final adalah diserahkan kepada setiap orang untuk memilihnya, dan tentunya akan membawa konsekuensinya atas pilihannya itu.

III. Jalan Taqwa
Jika pilihan setiap manusia jatuh ke jalan ketaqwaan sudah dapat dibayangkan nilai akhir akan sampai kepada sebuah kemenangan yang hakiki. Diraihnya suatu kemenangan melalui aktivitas yang berat, tetapi atas dasar nilai-nilai ketaqwaan (ketaatan) itu, keberhasilan menyertainya. Secara tegas Allah SWT menyatakan ketaqwaan seseorang akan sampai kepada kemenangan: "Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan bertaqwa kepada Allah dan RasulNya dan takut kepada Allah dan bertaqwa kepadaNya maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan." (QS.24:52).
Untuk sampai ke arah kemenangan, sewajarnya setiap manusia mencari jalan dengan maksimal yang disertai sesuai ketentuan syari'at Islam. Maka jawaban yang tepat mencapainya, ustadz Dr. Abdullah Nasih Ulwan melalui sebuah kitab berjudul "Ruhaniyatud-Da'iah" memberikan cara mencapai ketaqwaan. Bahwa terdapat beberapa marhalah (langkah) yang perlu dilalui untuk menuju taqwa yaitu:

1. Mu'ahadah
Langkah awal yang harus dilakukan setiap orang merenungkan mu'ahadah (mengingat perjanjian) terhadap Allah SWT, maupun terhadap dirinya sendiri. Aktivitas shalat yang dijalankan sehari semalam jika dipahami dengan benar, adalah indikator janji kepada Allah SWT, kemudian disebutnya al-ibadah ritual. Akan tetapi shalat yang dijalankan kurang dipahami sebagai aspek perjanjian (bai'at) sehingga tidak mampu mengubah sikap dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kaitan ini Dr.Abdullah Nasih Ulwan memberi metode cara mu'ahadah yakni hendaklah seseorang mukmin berkhlwat (menyendiri) antara dia dan Allah untuk mengintrospeksi diri seraya mengatakan pada dirinya: "Wahai jiwaku, sesungguhnya kamu tidak berjanji kepada Rabbmu setiap hari di saat kamu berdiri membaca "iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in."
Janji itulah yang selalu keluar dari lisan maupun qalbu seorang muslim setiap melakukan shalat, dengan demikian, seharusnya ditepati sehingga terhindar dari stempel munafik. Padahal Allah SWT menekankan agar setiap orang menepati janji yang telah dibuatnya: "Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji...." (QS.16:91). Kurang memperhatikan dengan perjanjian yang keluar dari lisan seseorang, jika tidak ditepatinya dapat menggugurkan jati diri kemuslimannya.

2. Muraqabah
Makna muraqabah adalah terpatrinya perasaan keagungan Allah Azza wa Jalla di setiap waktu dan keadaan serta merasakan kebesaranNya di kala sepi ataupun ramai. Kuatnya kebersamaan dengan Allah SWT dapat menumbuhkan sikap yang selalu berhati-hati dalam berbuat, artinya akan senantiasa disesuaikan dengan aturan syariat. Jika keberadaan seperti ini berjalan secara istimrariyah (berkesinambungan) sudah dapat dipastikan kelak akan lahir pribadi-pribadi yang hanif.
Sikap muraqabah digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW, ketika menjelaskan kata ihsan: "Hendaklah kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihatNya, dan jika memang kamu tidak melihatNya, maka sesungguhnya Allah melihat kamu." Sikap seperti ini di jaman modern sangat dibutuhkan sebagai pengendali udara materialistis yang dapat merusak sendi-sendi keimanan seseorang. Pengendalian melalui muraqabah lebih jauh akan mampu menciptakan tatanan masyarakat yang aman tentram (betul-betul terkendali).
Pelaksanaan muraqabah dimulai ketika akan dimulai saat akan melakukan suatu pekerjaan dan di saat mengerjakannya, hendaknya setiap orang mengoreksinya, apakah telah sesuai dengan aturannya atau sebaliknya. Sehingga ketika sampai pada suatu waktu tertentu akan terlihat, lebih-lebih bertemu dengan kegagalan. Mengapa terjadinya suatu kegagalan, padahal menurut perasaan melakukannya secara maksimal. Inti muraqabah tercermin melalui firman Allah SWT: "Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan melihat pula perubahan gerak badanmu diantara orang-orang yang sujud." (QS.26:218-219).

3. Muhasabah
Jika merenungkan apa yang disampaikan Umar Al-Farq r.a., tentang makna muhasabah (introspeksi diri) yaitu: "Hisablah (nilailah) diri kalian sebelum kalian dihisab (dinilai), timbanglah diri kalian sebelum ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk pertunjukan yang agung (hari kiamat)." Di hari itu kamu dihadapkan kepada pemeriksaan, tiada yang tersembunyi dari amal kalian barang satu pun. Kesalahan yang sering terjadi di kalangan manusia melarikan diri dari sikap muhasabah, sehingga melemahkan untuk meningkatkan prestasi ibadah, karena merasa sudah berhasil. Lebih jauh lagi hakikat muhasabah seharusnya seorang mukmin memperhatikan modal, keuntungan, dan kerugian, agar ia dapat mengontrol apakah dagangannya bertambah atau menyusut. Yang dimaksud modal di sini adalah Islam secara keseluruhan, mencakup segala perintah, larangan, tuntutan, dan hukum-hukumnya. Sedangkan pengertian laba adalah melaksanakan ketaatan dan menjauhi larangan. Kemudian yang dimaksud kerugian adalah melakukan perbuatan pelanggaran (dosa). Allah SWT memberikan acuan yang berkaitan dengan muhasabah seperti firmanNya: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS.59:18).

4. Mu'aqabah
Dalam setiap pekerjaan akan berhadapan dengan sebuah perbuatan kesalahan walaupun mungkin ada yang bersifat sengaja atau karena alpa. Ketika berhadapan dengan perbuatan kesalahan yang dilakukan secara sengaja perlu diambil sanksi (mu'aqabah). Namun ajaran Islam yang agung telah memberikan uswah, walaupun perbuatan kesalahan karena alpa sebagai pendidikan adanya tindakan mu'aqabah. Hal ini dapat dilihat dari riwayat, bahwa Uman bin Khatab ra., pergi ke kebunnya. Ketika pulang didapatinya orang-orang sudah selesai melaksanakan shalat Ashar. Maka beliau berkata: "Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku pulang orang-orang sudah shalat Ashar...kini kebunku aku jadikan shadaqah buat orang-orang miskin."
Ibrah yang dapat diambil dari riwayat shahabat, Umar bin Khatab ra bahwa kesadaran untuk mengakui kesalahan atas perbuatan dirinya kemudian diterapkan mu'aqabah secara konsekuen akan membawa dampak positif. Dalam pengertian, dapat dijadikan panutan orang lain, lebih-lebih jika dijadikan panutan oleh para elit kekuasaan. Sekaligus menerapkan aturan hukum diterapkan kepada siapapun tanpa kecuali, bukan perilaku rejim yang menerapkan norma kesewenangan. Pemberian sanksi diberikan atas dasar keadilan yang diberikan Allah SWT setelah sebelumnya diberikan peringatan agar berjalan di wilayah Al-Haq: "....dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan....(QS.2:195). Demikian juga di tempat terpisah Allah SWT mengingatkan manusia supaya waspada yaitu: "....dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS.4:29).

5. Mujahadah
Kerja keras secara maksimal merupakan tahapan yang harus diupayakan untuk mencapai keberhasilan. Karena sesuatu yang mustahil kesuksesan didapat tanpa melalui perjuangan dengan sungguh-sungguh dan itulah kemudian disebugt mujahadah (optimalisasi). Secara terminologi makna mujahadah yakni apabila seorang mukmin terseret dalam kemalasan, santai, cinta dunia dan tidak lagi melaksanakan amal-amal sunnah serta ketaatan yang lainnya tepat pada waktunya, maka ia harus memaksa dirinya melakukan amalan-amalan sunnah lebih banyak dari sebelumnya. Kemudian dalam kaitan ini, ia harus tegas, dan penuh semangat sehingga pada akhirnya ketaatan merupakan kebiasaan yang mulia bagi dirinya dan menjadi sikap yang melekat pada dirinya.
Secara tersurat dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman: "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS.29:69). Bentuk mujahadah yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW diperlihatkan ketika menghadapi akhir ramadhan seperti sabdanya: "Apabila Rasulullah memasuki sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, beliau menghidupkan malam (dengan ibadah), membangunkan keluarganya bersungguh-sungguh dan mengencangkan ikat pinggang." (HR.Bukhari Muslim).

IV. Taskiyatun Nafs
Jika marhalah dalam mencapai ketakwaan dilaksanakan secara maksimal, maka akan melahirkan orang-orang yang senantiasa mengadakan tazkiyatun nafs (pembersihan diri) setiap saat. Tazkiyatun nafs sebagai konsekuensi logis tercapainya situasi ketakwaan kepada Allah SWT yang merupakan cita-cita setiap mukmin.
Karena itulah Allah SWT menegaskan dalam kitab suci Al-Quran: "Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (QS.62:2). Syamarah (buah) dari tazkiyatun nafs akan tampak dalam perilaku seseorang diantaranya yaitu:

1. Selalu Bersyukur
Mensyukuri nikmat Allah yang diberikan kepada seseorang adalah perbuatan mulia, tetapi banyak diantara orang sulit melaksanakannya karena melupakan nilai nikmat yang sangat besar telah diberikan oleh Allah SWT, kecuali orang-orang yang selalu mengadakan tazkiyatun nafs terhadap dirinya sendiri. Sehingga menurut pandangan yang digariskan oleh Allah sWT dengan bersyukur kepadaNya kenikmatan pun berlipat ganda seperti firmanNya: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya adzabKu sangat pedih." (QS.14:7). Maka pengaruh dari tazkiyatun nafs akan membekas pada seseorang dengan kegiatan selalu melakukan syukur terhadap Allah SWT.

2. Bersabar
Sikap sabar pun hanya akan abadi dalam jiwa seseorang yang selalu dihidupi oleh tazkiyatun nafs,sehingga melahirkan sikap di bawah monitor Al-Haq. Artinya sikap yang keluar ketika menghadapi ujian maupun cobaan hidup akan dihadapi penuh kesabaran serta keimanan kepadaNya. Di samping itu Allah SWT menyertai terhadap orang-orang yang mampu mempergunakan pakaian kesabaran dalam menjalani kehidupan baik pada kondisi suka maupun duka: "Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS.2:153).
Terutama dalam menghadapi zaman yang serba materialistis disertai oleh budaya pembaratan, jika hilangnya pakaian kesabaran, maka hidup akan terasa "gerah". Dan telah tampak bukti-bukti yang ada di hadapan mata, betapa kekerasan disertai kriminalitas salah satu penyebabnya pengaruh sosial. Maka orang di sebelah seberang membuat analisis akibat jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, sehingga menimbulkan krisis moral maupun meningkatnya kriminalitas.
Apabila memperhatikan kondisi yang serba panas, terlihat dengan jelas bahwa nilai kesabaran terlemparkan sejauh mungkin. Padahal, sabar sebuah ruh yang harus dijadikan pola hidup oleh orang-orang beriman kepada Allah SWT, RasulNya maupun hari akhir.

3. Pemaaf
Konsekuensi tertanamnya tazkiyatun nafs, juga dapat melahirkan orang-orang yang mampu menahan amarah dan membentuk perilaku pemaaf. Karena dalam udara penuh emosional sulit orang mampu mewujudkan jiwa yang suka memaafkan terhadap kesalahan pihak lain. Sesungguhnya menurut pandangan Islam nilai pemaaf merupakan hasil penataan dari keimanan seseorang. Oleh karenanya Allah SWT mengabadikan dalam Al-Quran: "...dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS.3:134).
Begitu urgensinya seorang mukmin harus mampu menahan amarahnya disertai sikap suka memaafkan kesalahan orang lain, sehingga Rasulullah SAW memberikan petunjuk dalam sabdanya: "Jangan engkau mudah marah." Maka diulangi beberapa kali, sabdanya: "Janganlah engkau mudah marah." (HR.Bukhari,Muslim). Jelas sekali Islam memandang pentingnya untuk memasyarakatkan pemaaf disertai berupaya mampu menahan amarah, bila sudah membudaya maka niscaya akan diikuti orang di sekitarnya.

4. Ar-Rahim
Bentuk Ar-Rahim (kasih sayang) Allah SWT diciptakan agar dijadikan landasan hidup setiap orang, sehingga terwujudnya masyarakat yang penuh damai. Hilangnya perasaan kasih sayang yang kemudian diganti oleh pertikaian menjadikan dunia ini penuh malapetaka. Kalau dunia diisi hanya oleh perbuatan biadab dan menafikan nilai Ar-Rahim, jika yang terjadi demikian, kelak Allah SWT menurunkan peringatan: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS.30:41).
Sangat penting untuk menciptakan perasaan kasih sayang agar terhindar dari malapetaka yang diturunkan oleh Allah SWT hanya karena ulah segelintir manusia. Karena pandangan itulah, Allah SWT menegaskan perlu ditekankan kondisi kasih sayang seperti firmanNya: "Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi kasih sayang mereka, kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaanNya." (QS.48:29).

5. Al-Amin
Salah satu akhlak yang menonjol dalam perilaku Rasulullah SAW adalah Al-Amin (terpercaya), yang harus menjadi petunjuk oleh setiap umat Islam. Karena faktor kepercayaan akan mampu menciptakan kondisi yang mendekatkan perilaku kebajikan dalam operasionalitas hidupnya. Dalam menumbuhkan sikap Al-Amin sedikit banyak dipengaruhi oleh diyah (lingkungan) di mana seseorang berada, karena itu perlu adanya orientasi keluar. Dalam pengertian, bergaullah dengan lingkungan yang terhindar dari hilangnya wilayah Al-Amin, seperti Allah SWT memberikan informasi: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang beriman." (QS.9:119).
Maka peran pergaulanlah dapat mempengaruhi perilaku seseorang, untuk itulah memperhatikan lingkungan dalam dimensi hubungan sosial yang dapat menciptakan situasi aman tenteram sejauh mana adanya upaya ke arah ke sana. Demikian pula, jiwa Al-Amin pada hakikatnya fitrah yang melekat dalam jiwa seseorang, tetapi sering terabaikan untuk dimanfaatkan sesuai aturan syariah. Jalan taqwa yang menjadi pilihan seseorang merupakan kesuksesan untuk meraih kondisi tazkiyatun nafsi, kemudian terbangunnya ketenangan lahir batin.

6. Al-Falah
Puncak tazkiyatun nafsi yang sebelumnya telah melakukan aktivitas syukur hingga al-amin sebagai syamarah (buahnya) adalah alfalah (kemenangan). Al-Falah yang diraihnya bukan hadir tanpa melalui proses tadhiyah untuk meraihnya. Ketaatan/tsiqah kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW menyertainya: "Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan RasulNya dan takut kepada Allah dan bertaqwa kepadaNya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan." (QS.24:52).
Kemenangan yang dijanjikan Allah SWT sekaligus sebagai cambuk untuk berada serta mampu mempertahankan nilai ketaqwaan sampai akhir zaman. Ketika dimilikinya, tentu usaha untuk mempertahankan al-falah dalam sikap yang sesuai dengan syari'atullah, jika melenceng akan menjadi preseden kurang baik.

V. Al-Fujura
Sifatul insan yang bertentangan dengan sifat at-taqwa adalah al-Fujur (fasik), sehingga jalan ini harus dihindarkan jangan sampai masuk ke ruang hati maupun pikiran seorang mukmin. Dimiliki sifat fujur karena dominasi kecintaan kepada dunia secara berlebih-lebihan, sehingga kewajiban kepada Allah SWT atau hukum-hukumNya diabaikan. Kelompok fasik ditegaskan Allah SWT: "Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan RasulNya dan (dari) berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (QS.9:24).
Kefasikan yang melanda jiwa seseorang selain orientasi keduniaan lebih dominan, juga banyak melakukan kemaksiatan lewat kehidupan sehari-hari, dengan melupakan untuk bertaubat (perbaikan) sehingga berbuat penyimpangan terbiasa. Dengan lain perkataan, selalu memproduksi penyakit atau mengotorinya (at-tadbiniyyah) syariat Islam. Jika demikian kenyataannya, maka dominasi kefasikan akan membawa kerugian ummat manusia dunia maupun akhirat kelak.

1. At-Tadbiniyyah
Aktivitas orang-orang fasik pada hakekatnya at-tadbiniyyah (mengotori) ketentuan Allah SWT yang seharusnya mampu mengaktualisasikannya semata-mata untuk beribadah kepadaNya secara kaffah. Bentuk nyata dari usaha at-tadbiniyyah terhadap hukum Allah SWT, akan tampak dari aktivitas seseorang yang terkena penyakit fasik yaitu:

2. 'Ajuulan
Akibat kefasikan yang melanda hati dan pikiran, seseorang akan tampak dalam berperilaku 'ajuulan (terburu-buru), sehingga hasilnya kurang memuaskan, kemungkinan lain dapat merugikan semua pihak. Betapa berbahayanya, orang yang di luar terkena getahnya, padahal tidak mengetahui permasalahannya. Di samping itu, manusia mempunyai sifat tergesa-gesaan seperti ditegaskan oleh Allah SWT: "Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa." (QS.17:11).
Perbuatan yang dilakukan secara tergesa-gesa pada hakekatnya bentuk orang-orang yang membelakangi sunnatullah dan ketidakmampuan menghadapi kesabaran. Sehingga ditempuh jalan garis cepat, yang sebenarnya akan berhadapan dengan kerugian serta berbagai benturan. Pada akhirnya tercipta kondisi yang tidak menentu dan kemudian lahirlah sikap ragu-ragu terhadap langkah berikutnya.

3. Al-Maluu'a
Bentuk kefasikan yang lainnya dalam mengotori kebenaran al-Haq yaitu dimilikinya sifat keluh-kesah dalam jiwa seseorang. Terjadinya al-maluu'a (keluh-kesah) dalam diri seseorang merupakan sebuah rangkaian yang tidak terlepaskan dari hasil kefasikan, karenanya hidup selalu merasa terasingkan. Jika hanya dipahami secara kasar orang mengatakan, bentuk keluh-kesah (al-maluu'a) diciptakan oleh Allah jadi tidak perlu dipermasalahkan.
Sebenarnya bukan permasalahan yang jadi konteks di sini, namun menunjukkan bahwa kekuasaan Allah SWT dalam menciptakan sesuatu. Termasuk pengertian al-maluu'a seperti firmanNya: "Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh-kesah lagi kikir." (QS.70:19). Sekaligus informasi, bahwa Allahlah yang memiliki kekuasaan dan penguasa, karena manusia berhadapan dengan kondisi keluh-kesah sekalipun tidak mampu meninggalkannya. Oleh karena mengapa bangga akan kesombongan diri sendiri, tidakkah kita seharusnya memikirkan ayat-ayatNya.

4. Al-Qatuura
Bentuk perilaku kotor dalam bentuk lain yang ada pada jiwa orang-orang fasik yakni Al-Qatuura (kikir), seolah-olah segalanya adalah milik dirinya sendiri baik harta maupun tahta sekalipun. Padahal menurut aturan Allah SWT semuanya merupakan amanah yang harus dipenuhi ketentuannya, seperti diberikannya harta, di dalamnya ada hak orang lain: "Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian." (QS.51:19).
Walaupun manusia memiliki sifat kikir seperti dalam firmanNya: "Katakanlah: "Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya. Dan adalah manusia itu sangat kikir." (QS.17:100). Akan tetapi tidak demikian, jika seseorang yang komitmen terhadap keimanannya. Karena menyadari, bahwa rizki yang Allah SWT berikan sesungguhnya amanah semata, yang sewaktu-waktu dapat diambil kembali olehNya. Jika setiap umat menyadari asal-usul rizki secara proposional, tentu akan melahirkan pribadi-pribadi yang abid (ahli ibadah) seperti akhlak para salafus shalihin.

5. Al-Kafuuraa
Konsekuensi mengambil jalur kefasikan maka melahirkan penyakit al-kafuuraa (kafir) dengan kata lain perkataan mengingkari terhadap kebenaran. Kelompok umat ini, pada hakekatnya mengetahui adanya kebenaran, tetapi menutup hati untuk melakukannya (amal) karena kekafiran yang terdapat di dalam dirinya. Sehingga Allah SWT memberikan informasi keberadaan orang-orang kafir seperti diabadikan Al-Quran: "Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat." (QS.2:67).
Makna al-kafuuraa secara lebih jauh dapat dipahami baik secara i'tiqadi (keluar dari Islam) maupun kafir secara amali (pengamalan). Dalam konteks kehidupan sehari-hari yang lebih dominan kafir secara amali (pengamalan), walau pun hatinya masih Islam. Sehingga yang perlu pemikiran lebih dalam, adanya usaha untuk mengembalikan ummat ke jalan ketaqwaan sekaligus meninggalkan sikap kekafiran baik kafir i'tiqadi maupun kafir secara amali. Kekafiran yang terdapat dalam jiwa seseorang baik secara i'tiqadi maupun kafir amali, pada hakekatnya akan menempatkan dirinya pada suatu kerugian, sehingga aktivitas amaliyahnya tidak mendapat nilai menurut pandangan Allah SWT, dalam Al-Quran yang artinya: "Sesungguhnya orang-orang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih. Mereka itu adalah orang-orang yang lenyap (pahala) amal-amalnya di dunia dan akhirat, dan mereka sekali-kali tidak memperoleh penolong." (QS.3:21-22).

6. Al-Jahuula
Bentuk pengobatan lain sebagai konsekuensi jalan kefasikan seseorang, adalah terkena al-jahuula (bodoh) terhadap kebenaran, kemudian merasakan pemilikan al-jahuula tidak dianggap lagi sebagai penyakit yang dapat mengganggu hubungan dengan Allah sWT (hablum minallah) maupun keterkaitannya dengan sesama manusia (hablum minannas). Efek itulah yang selanjutnya dapat mengubah sikap kebaikan kepada kebatilan sebagai sarana jalan syaitan laknatullah.
Sebagai diilustrasikan Allah SWT ketika menawarkan tanggung jawab untuk melaksanakan amanat yang ditolak oleh gunung, langit maupun bumi tetapi manusia menerimanya, seperti firmanNya: "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia, sesungguhnya manusia itu amat zhalim dan amat bodoh." (QS.33:72).
Al-jahuula pada dewasa ini lebih tampak tercermin melalui kebijakan yang diambil seseorang untuk memilih antara kebenaran dan kebatilan, tetapi pilihannya justru kepada kebatilan, yang sesungguhnya mereka mengetahuinya akan mendapat murka (azab) dari Allah SWT kenyataan seperti ini, bukanlah sesuatu yang mengherankan, tetapi dalam zaman yang serba materialistis ini kemungkinan bisa terjadi seketika. Bahkan kebenaran pun bisa dibeli dengan segepok uang! Itulah realita yang sungguh ironis terjadi di jaman sekarang ini. Karena hilangnya kewaspadaan pada tiap-tiap diri seseorang, kemudian hidupnya diliputi oleh ketergantungan yang bersifat materi semata.

VI. Khatimah (Penutup)
Setelah menelusuri dua sifat Al-Insan antara at-Taqwa dan al-Fujuur yang masing-masing memiliki konsekuensinya. Tentunya bagi pilihan jalan taqwa akan mendapat berbagai keberuntungan, dan sebaliknya jika jalan al-fujuur yang menjadi alternatifnya pintu kesengsaraan akan diraihnya. Pada akhirnya Allah sWT memberikan pilihan kepada setiap ummat untuk mengambil sikap antara iman atau kafir dan harus dipertanggungjawabkan atas hasilnya kelak.
Konsep demokrasi yang ditawarkan oleh Allah SWT tercermin melalui firmanNya, yang artinya: "Dan katakanlah: Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir, sesungguhnya kami telah sediakan bagi orang-orang zhalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka." (QS.18:29).
Jalan taqwa adalah pilihan yang tepat bagi orang-orang beriman dalam menyelamatkan dirinya untuk menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. (QS.2:201).
Dahsyatnya Sedekah
PostDateIconSenin, 15 Februari 2010 13:50 | PDF| Cetak| E-mail
Dimanakah letak kedahsyatan hamba-hamba Allah yang bersedekah? Dikisahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad, sebagai berikut :

Tatkala Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah pun menciptkana gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka bertanya? "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?"

Allah menjawab, "Ada, yaitu besi" (Kita mafhum bahwa gunung batu pun bisa menjadi rata ketika dibor dan diluluhlantakkan oleh buldozer atau sejenisnya yang terbuat dari besi).

Para malaikat pun kembali bertanya, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada besi?"

Allah yang Mahasuci menjawab, "Ada, yaitu api" (Besi, bahkan baja bisa menjadi cair, lumer, dan mendidih setelah dibakar bara api).

Bertanya kembali para malaikat, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada api?"

Allah yang Mahaagung menjawab, "Ada, yaitu air" (Api membara sedahsyat apapun, niscaya akan padam jika disiram oleh air).

"Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?" Kembali bertanya para malaikta.

Allah yang Mahatinggi dan Mahasempurna menjawab, "Ada, yaitu angin" (Air di samudera luas akan serta merta terangkat, bergulung-gulung, dan menjelma menjadi gelombang raksasa yang dahsyat, tersimbah dan menghempas karang, atau mengombang-ambingkan kapal dan perahu yang tengah berlayar, tiada lain karena dahsyatnya kekuatan angin. Angin ternyata memiliki kekuatan yang teramat dahsyat).

Akhirnya para malaikat pun bertanya lagi, "Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?"

Allah yang Mahagagah dan Mahadahsyat kehebatan-Nya menjawab, "Ada, yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya."

Artinya, orang yang paling hebat, paling kuat, dan paling dahsyat adalah orang yang bersedekah tetapi tetap mampu menguasai dirinya, sehingga sedekah yang dilakukannya bersih, tulus, dan ikhlas tanpa ada unsur pamer ataupun keinginan untuk diketahui orang lain.

Inilah gambaran yang Allah berikan kepada kita bagaimana seorang hamba yang ternyata mempunyai kekuatan dahsyat adalah hamba yang bersedekah, tetapi tetap dalam kondisi ikhlas. Karena naluri dasar kita sebenarnya selalu rindu akan pujian, penghormatan, penghargaan, ucapan terima kasih, dan sebagainya. Kita pun selalu tergelitik untuk memamerkan segala apa yang ada pada diri kita ataupun segala apa yang bisa kita lakukan. Apalagi kalau yang ada pada diri kita atau yang tengah kita lakukan itu berupa kebaikan.

Karenanya, tidak usah heran, seorang hamba yang bersedekah dengan ikhlas adalah orang-orang yang mempunyai kekuatan dahsyat. Sungguh ia tidak akan kalah oleh aneka macam selera rendah, yaitu rindu pujian dan penghargaan.

Apalagi kedahsyatan seorang hamba yang bersedekah dengan ikhlas? Pada suatu hari datang kepada seorang ulama dua orang akhwat yang mengaku baru kembali dari kampung halamannya di kawasan Jawa Tengah. Keduanya kemudian bercerita mengenai sebuah kejadian luar biasa yang dialaminya ketika pulang kampung dengan naik bis antar kota beberapa hari sebelumnya. Di tengah perjalanan bis yang ditumpanginya terkena musibah, bertabrakan dengan dahsyatnya. Seluruh penumpang mengalami luka berat. Bahkan para penumpang yang duduk di kurs-kursi di dekatnya meninggal seketika dengan bersimbah darah. Dari seluruh penumpang tersebut hanya dua orang yang selamat, bahkan tidak terluka sedikit pun. Mereka itu, ya kedua akhwat itulah. Keduanya mengisahkan kejadian tersebut dengan menangis tersedu-sedu penuh syukur.

Mengapa mereka ditakdirkan Allah selamat tidak kurang suatu apa? Menurut pengakuan keduanya, ada dua amalan yang dikerjakan keduanya ketika itu, yakni ketika hendak berangkat mereka sempat bersedekah terlebih dahulu dan selama dalam perjalanan selalu melafazkan zikir.

Sahabat, tidaklah kita ragukan lagi, bahwa inilah sebagian dari fadhilah (keutamaan) bersedekah. Allah pasti menurunkan balasannya disaat-saat sangat dibutuhkan dengan jalan yang tidak pernah disangka-sangka.

Allah Azza wa Jalla adalah Zat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada semua hamba-Nya. Bahkan kepada kita yang pada hampir setiap desah nafas selalu membangkang terhadap perintah-Nya pada hampir setiap gerak-gerik kita tercermin amalan yang dilarang-Nya, toh Dia tetap saja mengucurkan rahmat-Nya yang tiada terkira.

Segala amalan yang kita perbuat, amal baik ataupun amal buruk, semuanya akan terpulang kepada kita. Demikian juga jika kita berbicara soal harta yang kini ada dalam genggaman kita dan kerapkali membuat kita lalai dan alpa. Demi Allah, semua ini datangnya dari Allah yang Maha Pemberi Rizki dan Mahakaya. Dititipkan-Nya kepada kita tiada lain supaya kita bisa beramal dan bersedekah dengan sepenuh ke-ikhlas-an semata-mata karena Allah. Kemudian pastilah kita akan mendapatkan balasan pahala dari pada-Nya, baik ketika di dunia ini maupun saat menghadap-Nya kelak.

Dari pengalaman kongkrit kedua akhwat ataupun kutipan hadits seperti diuraikan di atas, dengan penuh kayakinan kita dapat menangkap bukti yang dijanjikan Allah SWT dan Rasul-Nya, bahwa sekecil apapun harta yang disedekahkan dengan ikhlas, niscaya akan tampak betapa dahsyat balasan dari-Nya.

Inilah barangkali kenapa Rasulullah menyerukan kepada para sahabatnya yang tengah bersiap pergi menuju medan perang Tabuk, agar mengeluarkan infaq dan sedekah. Apalagi pada saat itu Allah menurunkan ayat tentang sedekah kepada Rasulullah SAW, "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir; seratus biji Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui," demikian firman-Nya (QS. Al-Baqarah [2] : 261).

Seruan Rasulullah itu disambut seketika oleh Abdurrahman bin Auf dengan menyerahkan empat ribu dirham seraya berkata, "Ya, Rasulullah. Harta milikku hanya delapan ribu dirham. Empat ribu dirham aku tahan untuk diri dan keluargaku, sedangkan empat ribu dirham lagi aku serahkan di jalan Allah."

"Allah memberkahi apa yang engkau tahan dan apa yang engkau berikan," jawab Rasulullah.

Kemudian datang sahabat lainnya, Usman bin Affan. "Ya, Rasulullah. Saya akan melengkapi peralatan dan pakaian bagi mereka yang belum mempunyainya," ujarnya.

Adapun Ali bin Abi Thalib ketika itu hanya memiliki empat dirham. Ia pun segera menyedekahkan satu dirham waktu malam, satu dirham saat siang hari, satu dirham secara terang-terangan, dan satu dirham lagi secara diam-diam.

Mengapa para sahabat begitu antusias dan spontan menyambut seruan Rasulullah tersebut? Ini tiada lain karena yakin akan balasan yang berlipat ganda sebagaimana telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Medan perang adalah medan pertaruhan antara hidup dan mati. Kendati begitu para sahabat tidak ada yang mendambakan mati syahid di medan perang, karena mereka yakin apapun yang terjadi pasti akan sangat menguntungkan mereka. Sekiranya gugur di tangan musuh, surga Jannatu na’im telah siap menanti para hamba Allah yang selalu siap berjihad fii sabilillaah. Sedangkan andaikata selamat dapat kembali kepada keluarga pun, pastilah dengan membawa kemenangan bagi Islam, agama yang haq!

Lalu, apa kaitannya dengan memenuhi seruan untuk bersedekah? Sedekah adalah penolak bala, penyubur pahala dan pelipat ganda rizki; sebutir benih menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji. Artinya, Allah yang Mahakaya akan membalasnya hingga tujuh ratus kali lipat. Masya Allah!

Sahabat, betapa dahsyatnya sedekah yang dikeluarkan di jalan Allah yang disertai dengan hati ikhlas, sampai-sampai Allah sendiri membuat perbandingan, sebagaimana tersurat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik.
Tipu Daya Setan Terhadap Orang Shaleh
PostDateIconSenin, 04 Oktober 2010 10:21 | PDF| Cetak| E-mail
“Setan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.” (QS. an-Nisa` [4]: 120).

Bukan setan namanya bila gampang menyerah menyesatkan keturunan Nabi Adam as.. Profil setan sejati, yakni Iblis dan seluruh bala tentara pengikutnya –laknatullah ‘alaihim– tidak akan pernah melepaskan satu manusia pun bebas dari tipu daya dan seluruh penyesatannya. Sesungguhnya orang-orang yang saleh dari kalangan kaum muslimin justru mendapatkan godaan dan tipu daya yang lebih dahsyat dari pada orang-orang yang kadar keimanannya masih sedikit dan juga orang-orang kafir. Karena mereka golongan shalihun adalah orang-orang yang benar dengan aqidah, ibadah, dan akhlaknya dalam berislam. Mereka selalu istiqamah di jalan kebenaran dan mengajak (baca: mendakwahi) orang lain agar menjadi golongan shalihun juga. Intinya, setiap orang Islam itu harus saleh dan mensalehkan orang lain. Hal inilah yang sangat dikhawatirkan oleh setan-setan laknatullah bahwa misi utama mereka menyesatkan sebagian besar seluruh umat manusia menjadi gagal total.

Beberapa Tipu Daya Setan terhadap Orang-orang Saleh

Waspda dan hati-hati terhadap godaan setan, serta selalu memohon perlindungan (isti’adzah) kepada Allah Swt. mutlak dilakukan oleh setiap muslim. Berikut ini beberapa cara tipu daya setan terutama kepada orang-orang saleh dan secara umum kepada orang-orang Islam lainnya.

• Membuat manusia ragu-ragu dalam masalah aqidah.

Cara yang pertama ini sangat berbahaya karena berkaitan dengan masalah aqidah dari orang yang ditipu daya tersebut. Isi penyesatannya seperti: setan akan memberikan pertanyaan meragukan kepadanya tentang asal-muasal penciptaan, qadar, dan sebagainya yang berkaitan keyakinan terhadap sendi-sendi aqidah islamiyah. Hal ini mungkin saja berhasil mengenai manusia –termasuk kita– yang pertama, jika kita sering lalai untuk berlindung kepada Allah Swt., dan kedua, kita terpedaya menggunakan “alasan menuntut ilmu”. Maksudnya manusia dapat tertipu daya oleh setan, sehingga mulai merasa berilmu agama tinggi dan melakukan penyimpangan dari jalan Allah yang lurus. Ini banyak terjadi pada kelompok-kelompok yang sesat sampai saat ini.

• Menghiasi perasaan manusia sehingga meninggalkan dunia dan menjauhkan diri dari masyarakat.

Cara jahat setan itu tidak kalah berbahaya dengan cara yang pertama. Ada orang-orang yang terjerumus perasaan dan pikirannya sehingga dengan alasan uzlah (menyendiri) guna memperbaiki hati dan mensucikan jiwa kemudian meninggalkan dunia dan menjauhkan diri mereka dari masyarakat. Orang-orang seperti ini biasa mengenakan “pakaian” pemberi nasihat. Setiap manusia tidak dapat selamat dari tipu daya setan semacam ini kecuali dengan ilmu dan pemahaman agama yang benar terhadap agama.

• Menghiasi perasaan manusia dengan perbuatan-perbuatan eksklusif dan mencegah keluar dari itu.

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata,”Di antara manusia terdapat orang yang terikat dengan pakaian yang tidak dipakai oleh orang lain, atau duduk pada tempat yang tidak diduduki oleh orang lain, atau berjalan di jalan yang tidak dilalui oleh orang lain, atau dengan pakaian dan keadaan yang tidak terjadi pada kedua kalinya, atau ibadah tertentu dan tidak melakukan selain itu meskipun lebih tinggi dari hal tersebut, atau seorang guru tertentu yang tidak berpaling dari hal-hal yang dilarang –oleh Allah dan Rasul-Nya–, meskipun ia lebih dekat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka semua tertutup dari mendapatkan apa yang dipinta dan terhalang darinya.”

Kita dapat menyaksikan bagaimana setan laknatullah telah berhasil memperdaya orang-orang seperti itu. Mereka beribadah dengan latihan, pengasingan, dan pengosongan hati. Ilmu-ilmu yang bermanfaat mereka anggap sebagai pemutus jalan. Bila disebutkan kepada mereka persahabatan karena Allah atau permusuhan karena-Nya, memerintahkan berbuat ma’ruf dan mencegah yang munkar, maka itu dianggap sebagai keburukan dan mencampuri urusan orang lain. Jika ada di antara mereka ada yang melakukan hal tersebut, akan langsung dikeluarkan dari kumpulan mereka. Orang-orang seperti ini berada paling jauh dari manusia, meskipun mereka memiliki lebih banyak petunjuk. Allah yang lebih mengetahui tentang hal ini.

• Menjerumuskan manusia ke dalam perbuatan bid’ah dan syubhat.

Sudah seharusnya kita meneladani dan ittiba` (mengikuti) kepada Rasulullah Saw., karena Beliau adalah orang yang ma`shum dan sebaik-baik seluruh ciptaan-Nya, namun Beliau tidak meninggalkan menikah, tidak menjauhkan diri dari manusia, dan tidak meninggalkan pengobatan ketika sakit. Kaum muslimin tidak boleh menyalahi Beliau. Syariah adalah argumen, serta perbuatan Rasulullah Saw. dan pengarahannya adalah neraca, sehingga kita dapat mengukur benar-tidaknya perbuatan kita.

Pada prinsipnya, bid’ah berarti mengada-adakan perbuatan di dalam ibadah yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw., sedangkan syubhat berarti perkara yang belum jelas halal dan haramnya, namun Rasulullah Saw. menganjurkan agar perkara syubhat segera ditinggalkan jauh-jauh oleh tiap muslim, karena resiko mudharat-nya lebih besar dari pada manfaatnya.

Cara licik ini termasuk yang disukai juga oleh setan, karena bila telah terjerumus maka muslim yang bersangkutan “menabrak” secara serampangan dan tidak peduli antara aturan halal dan haram, antara perbuatan berpahala dan berdosa, antara aktivitas ibadah dan maksiat, dan sebagainya. Sehingga ada ungkapan nyleneh “yang haram saja susah, apalagi yang halal”. Na’udzu billahi min dzalik.

Sedikit Nasihat untuk Kaum Muslimin

Tanpa ilmu seorang muslim tidak akan dapat berjalan dengan benar dan aman menuju Allah Swt.. Karena jalan menuju Allah penuh dengan rintangan dan berliku-liku. Tidak seorang pun dapat mengatasinya kecuali dengan pertolongan Allah dan melindungi diri dengan benteng ilmu. Ilmu yang dimaksud oleh para ulama tidak terbatas pada satu cabang, namun seluruh cabang ilmu yang dapat membentuk akal seseorang dengan pembentukan yang benar dan sempurna.

Bagi setiap muslim hendaklah memulai dengan mempelajari ilmu aqidah lalu memperbaiki aqidahnya, menutup jalan masuk setan, karena setan akan memperbanyak godaannya setiap kali manusia tersesat dalam jalannya –dengan menempuh jalan setan.

Ia hendaklah mempelajari juga ilmu akhlak yang akan bermanfaat sebagai panduan perilaku teladan di dalam hidupnya.

Ia juga harus mengetahui tentang halal dan haram dalam beribadah dan pergaulan yang dilakukan oleh manusia.

Ia juga harus mempelajari Al-Qur`an, mengkajinya, menghafalnya, dan meneliti ilmu-ilmu serta tafsirnya. Tidak ada yang lebih bermanfaat bagi seorang hamba dalam kehidupannya, keselamatannya, dan kembali kepada-Nya kecuali dengan mempelajari Al-Qur`an dan memahaminya.

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarinya (kepada orang lain).” (Muttafaqun ‘alaih).

Ia juga harus mengetahui petunjuk Rasulullah Saw. dalam seluruh keadaannya –melalui hadits-hadits Beliau Saw.– baik dalam keadaan damai dan perang, dalam hal makan dan minum, dalam hal tidur dan bangunnya, dalam perintahnya untuk berbuat yang ma’ruf dan dan larangannya dari yang munkar, dalam pergaulannya dengan keluarganya, serta dalam segala keadaannya.

MENJADI TAUHID

Keimanan adalah buah dari keyakinan
hasil dari pemaknaan Rubuniyah dan Uluwiyah …
sehingga menjelma menjadi Tauhidayalloh di hati
inilah benteng yang harus dipunyai oleh muslimin
untuk menjaga  hati tetap bersih dan suci …
sungguh peng-kultus-an terhadap yang satu  ALLAH AZZA WAJAALLA
tanpa memberi ruang se-titik-pun terhadap mahluk lain
sehingga kita hanya bertemu dengan Azwad ….
yaitu kekuasaan yang meliputi seluruh Kekayaan-Nya
juga tempat bermukimnya kebenaran  Al-Qur’an
disinilah tempat hadirnya mukasyaffah ….
yang bergelimang Rahmat dan Irodah-Nya
semoga kita bisa meraih hikmah–Nya ….

Hati adalah berkumpulnya semua ketentuan
Tempat ALLAH Swt menitipkan pesan-Nya
Hati musti tetap suci dan jangan berkarat …
Karena  Nur Allah  tak mendekat bila kelam dalamnya
Berjuanglah dalam mencari Tauhid yang sesungguhnya
Janganlah kita menepi di sisinya …
Karena ketauhidan adalah syarat menuju keridhoan-Nya
Jagalah hati kita jangan sampai berkarat …

Sebagaimana Rasulullah bersabda :
”Sesungguhnya hati ini bisa berkarat, dan sungguh penggosoknya
adalah membaca  Al-Qur’an,  mengingat maut dan menghadiri
majelis-majelis Dzikir”.

Tauhid memliki ciri yang khusus
dia berbeda dalam rasa, sikap dan perilaku
Iman adalah rasanya
Islam adalah sikapnya
Dan Ihsan adalah perilakunya
Inilah perwujudan tiga dimensi dalam satu wadah
yang seharusnya hadir dan mengendalikan  tubuh ini
Kehadirannya jelas akan melepaskan keterikatan pada Duniawi
Dia ingin berjalan tanpa ada mahluk lain yang mengatur …
Cukup Sang Pemilik-nya saja yang mewakili tubuhnya
Maka dari itulah …
ketaatan seorang muslim sangat tergantung tingkat ketauhidan-nya
Tatkala hatinya sudah bebas dari materi lain, itulah Tauhid
Demikianlah cara kita melihat diri ….
Hingga kita sadar atas keberadaan Tauhid itu sendiri …
Sejauh manakah kataatan dan kepatuhan yang terasa

Bila sudah terasa Tauhid, maka diri tidak lagi berminat untuk Duniawi
Dia hanya merasakan nikmatnya sesuai yang  ALLAH  sediakan
inilah kesempurnaan bathiniah bila sudah hadir
sehingga ibadah-pun akan berjalan dengan kesempurnaan pula
maka dari itu  Rasulullah  meminta ummat-Nya untuk melakukan Uzlah (menyepi)
sebagai cara untuk melakukan kesempurnaan ibadahnya kepada  ALLAH Swt

Sabdanya mengatakan :
”Engkau harus ber’uzlah, sesungguhnya uzlah merupakan ibadah dan sesungguhnya
ia merupakan perilaku orang2 shalih sebelum kamu”.
… ‘alaikum bil uzlahi fabin naha ibadatan wa in naha da’bushahiina min qoblikum …

Inilah makna mengaji kita dalam mencari keridhoan-Nya
sehingga uzlah atau kholwat adalah cara untuk menuju itu
mudah2an kelak hati kita bertaburan cahaya-Nya …
bersih dari karat, suci dari sifat-Nya.
Amien Ya Rabbal ‘alamin.

Karena Urusan Dunia, Orang Lupa Ber-Dzikir Qolbu

Karena Urusan Dunia, Orang Lupa Ber-Dzikir Qolbu
Assalammu Alaikum wr.wb.

Bila saja Musa masih ada !
Pastilah mengajak untuk berdzikir
Bila Saja Daud di depan kita !
maka Dia akan mengajak kita berdzikir
Bila saja Isa bertemu kita !
pastilah Dia mengajak kesucian hati dengan berdzikir
bila saja Muhammad masih bersama kita
pastilah Beliau mengajarkan kita agar berdzikir

Kini mereka telah tiada …
kini tak banyak lagi orang mengikuti Risalah-nya
kini Dzikir hanyalah di lisan saja
tak lagi menggunakan qolbu
kini Dzikir hanyalah seremonial saja
jarang manusia mendekati hatinya
kini Dzikir hanyalah slogan belaka
hanya cukup diingat dengan pikirannya

Dzikir adalah keutamaan ibadah yang  ALLAH  sukai
maka Dzikir menduduki tempat utama di atas ibadah lainnya
ALLAH  selalu merindukan  Hamba2-NYA yang berdzikir
tapi tak banyak orang yang menggunakan waktunya untuk berdzikir
karena manusia lebih senang melakukan apa yang tersirat di pikirannya
tapi tak menghendaki dengan yang tersirat dalam hatinya
semua ibadah hanya bertajuk kepada lahiriah
sehingga banyak yang melupakan kesucian hatinya
demikianlah Dunia telah menyesatkan manusia !
sehingga tak banyak lagi orang mengenal kebenaran yang hakiki
karena terlalu sibuk dengan urusan Dunia-nya …
astaghfirullah …

Wassallam,
SEMAKIN SEDIKIT ORANG YANG BERDZIKIR
Assalammu Alaikum wr.wb.
Tatkala jiwa terlepas …
ketaqwaan bukan lagi harapan
keimanan hanyalah bayangan
terkikis oleh syarat Duniawi
tahta, harta dan martabat …
semua nafas berebut ruang
semua akal bersaing cara
makna ilmu tak lagi mulya
karena tuntunan Dunia, sirnalah akhlak
Firman  ALLAH hanyalah bingkai saja
menutupi tubuh tapi tak menjelma di hati
maka larangan ALLAH, tak lagi dimaknai
karena hati tak lagi bersujud …
semua tergilas oleh syarat Dunia
maka ALLAH, hanyalah pelayan saja
dipanggil saat jiwa butuh sesuatu
Naudzubillah …
Betapa sepinya malam hari
semesta Alam tak lagi riuh oleh orang yang ber-Dzikir
hanya bisikan kecil saja yang masih terdengar
merekalah orang2 yang tetap menjaga Tauhid
ber-Uzlah diri agar tak kena semburan maksiat Dunia
meraka menatap diri dengan hina-nya …
maka mereka menatap ALLAH dengan hatinya
maka mereka tak memiliki lagi keresahan Dunia …
karena mereka melihat ukhrowi jauh lebih indah
sehingga mereka batasi dari kesenangannya di Dunia.
Subhanallah …

wassallam,

Kebahagiaan Bila Hati Bersama ALLAH Swt

Assalammu Alaikum wr.wb.

Indahnya malam
saat rembulan meredam amarah
Cakrawala rahmat menghadiri
menjemput jiwa yang berharap
sedikit saja, nafas yang terhembus
dari  Ciptaan-NYA  yang mendiami Bumi
yang mengagungkan Raja-nya
pemilik  Alam Jagat Raya …

Bila saja mengerti
dibalik keheningan malam
banyak tersimpan  Rahasia Illahi
Hanya orang yang berakal
menjemput Rahmat dengan ber-Dzikir
tapi sayang banyak akal yang lumpuh
hanya cukup berkhayal dibalik selimut

suara Dzikir dari segelintir manusia
mereka berjuang agar  ALLAH  mendekat
maka mereka mencari ketenangan jiwa
bukan untuk tahta atau martabat
tapi untuk mendekati  keabadian
bersama  Sang Penguasa  selamanya
itulah makna hati yang sebenarnya
suci bersih biar  ALLAH  bersemayam di dalamnya
semoga kita renungi …
Kebahagiaan itu bila hati bersama  ALLAH SWT

Wassallam
ALLAH HANYA DALAM PIKIRAN SAJA
Assalammu Alaikum. wr.wb.

Seberapa banyak Risalah yang kau terima
tapi dirimu terus terbaring saja …
tubuhmu kurang layak di Hadapan-NYA
karena hanya berisi kecintaan Dunia saja
hanya sedikit gerak saja, engkau tergugah
selebihnya engkau hanya mementingkan Duniawi
seharusnya engkau bekerja mencari Rahim
tapi kebanyakan engkau meminta Rahman

Kadang ucapanmu  Tentang-NYA, melebihi hatimu
tapi ternyata hatimu kosong melompong
tiada yang Haq, tiada pula keutuhan cinta kepada-NYA
engkau hanya mengusung tubuh saja
tapi tak membawa kebenaran hatimu
karena waktumu habis untuk pikiran Dunia saja
maka engkau akan merugi kelak …
itulah kematianmu dari  Hidup-NYA

Dimanakah Risalah dan Ilmu yang kau dapati !
seharusnya engkau berjuang mencari maknanya
tapi sayang semua kau simpan dalam pikiran saja
sehingga jiwamu terus berlari di siang bolong
mencari keteduhan ditengah kesenangan  Duniawi
itulah iblis sudah menggerus iman mu
maka engkau tak lagi kaffah terhadap  ALLAH Swt
karena engkau lebih banyak memilih Dunia
sebagai cara untuk menyelamatkan impian hidupmu

Wassallam,

ORANG TUA DAN ANAK BERKHOLWAT

Assallamu alaikum wr.wb.
Segala puji syukur kita panjatkan ke Hadlirat Illahi, Subhanallah Walhamdulillah … sejak berfungsinya Rumah Dizkir nampaknya kegiatan kita lebih meningkat lagi,  disamping kegiatan ummat manusia yang begitu banyak - serta jumlah daerah yang terus bertambah yang jika di-rata2-kan hampir mencapai 13-16 kegiatan per tahun.
Subhanallah pada tahaun ini, pembangunan Perpustakaan akan segera dimulai berkat sumbangan sahabat kita yang menginginkan peningkatan pengetahuan anak dan masyarakat tani di sekitar Kecamatan Wanaraja yang sudah meliputi 6 (enam) desa. Insya Allah dalam waktu dekat pelaksanaan Qurban kembali akan diselenggarakan untuk wilayah Jawa Barat (Bandung, Garut) , Surabaya, Palembang, Makassar, Pare2, Gorontalo dan Pekalongan), semoga ikhtiar kita dalam melaksanakan berbagai kegiatan ummat ini mendapatkan ke-Ridhoan dari ALLAH Swt dengan menggunakan prinsip “Serupiah-pun Amanah”.
Lebih dari itu kegiatan Kholwat-pun menunjukkan peningkatan jumlah peserta yang terus berdatangan ke Rumah Dzikir kita di Garut, disamping para sahabat yang lama juga para sahabat baru yang datang dari berbagai daerah.  Adapun peserta Kholwat yang baru saja kami lakukan, subhanallah pesertanya terdiri dari orang tua, anak, menantu dan saudara terdekat.
Begitu indahnya … banyak keluarga yang sudah menjadi peserta Kholwat dan secara bersama menjadi Keluarga Besar “Silaturahmi Hati”.
Semoga  ALLAH Swt terus menunjukan kepada Hamba2-NYA untuk bersedia melaksanakan Ibadah Kholwat yang memiliki “Nilai Ibadah paling tinggi diatas Jihad”
[Sabda Rasul] : “Demikian pun tatkala Ali bertanya kepada Rasululullah, Ibadah apakah yang sangat baik di Hadapan ALLAH Swt ? Rasulullah menjawab : Dizkir ! Dzikir yang bagaimanakah yang paling baik di Hadapan ALLAH Swt, tambah Ali ?, Rasulullah menjawab : Kholwat”.
Demikian Hadist Rasulullah yang mengatakan bahwa Kholwat adalah sebuah ibadah penyepian yang memiliki nilai keutamaan di Hadapan ALLAH Swt.
Semoga kita bisa memahami dan mengikuti Sabda Rasulullah, seperti halnya beliau mencontohkannya di Gua Hira,
Amin Ya Rabbal Alamin
Wassallam,
KEINDAHAN KHOLWAT
Assalammu Alaikum, wr.wb

Kholwat ….
Tak banyak orang mengerti
padahal Rasul sering berbuat
bahkan bersabda kepada Ali
agar melakukan Kholwat
begitulah Rasul menceritakan diri
tentang keindahan kholwat …

Kholwat …
maka Zakariya pun melakukannya
demikian  ALLAH  menyuruh kepadanya
kenapa kita tak mau mengerti
tentang keadaan diri didepan  ILLAHI
untuk menjadi  Hamba2-NYA  yang berserah diri

Kholwat …
ibadah menyepi diri
berduaan dengan  Sang Pemberi Takdir
tanpa kata dan pikir, hanya hati lah yang ber-dzikir
itulah  Kholwat  melenyapkan apa yg terlihat di lahir
karena  ALLAH  tak ingin  Hamba-NYA  mungkir
maka bersihkan diri, demi keindahan dhohir

Kholwat …
kalaupun tahu, tapi orang malas berbuat
itulah nafsu bila sudah melekat
mengajak jiwa tetap ber-maksiat
walau  Para Nabi  mengajak berjihad
agar hati mengenal  Hakekat
supaya tak buta terhadap Akhirat
itulah kesempurnaan yang diinginkan  Sang Maha Dzat
biar manusia pulang dengan  Makrifat


Wassallam,

Sejauh Manakah Hati Kita Terhadap ALLAH Swt ?


Assalammu Alaikum, Wr.Wb

Dengan sholat, banyak orang merasa sudah bertaqwa !
dengan Infaq, banyak orang merasa sudah memberi !
begitulah manusia memandang ibadahnya …
seakan telah sempurna untuk berbuat kepada  Sang Khalik
padahal semua ibadah adalah bermakna keindahan hati
takarannya adalah keikhlasan !
bukan sebesar apa yang kita lakukan
tapi sejauh mana, hati menjadi Tawadhu dan Ikhlas …

Konsep Syareat hanyalah awal kita melangkah
tapi manusia malas untuk melanjutkan perjalanan ibadahnya
cukup saja yang ringan, asalkan pahala tetap didapat
begitulah manusia selalu berhitung untung rugi
tapi tak pernah mnegukur kedalaman hati
begitulah manusia dalam memandang  ALLAH
taat dan patuhnya dibatasi oleh pikirannya …
Astaghfirullah !

Hakekat manusia adalah kembali pada asalnya
hakekat ibadah adalah ketiadaan nafsu dalam dirinya
hakekat Tauhid adalah menghilangkan Tuhan lain
riyadoh-nya adalah kesungguhan dalam mencintai  ALLAH Swt
yaitu melaului ber-Dzikir dan Kholwat sebagai riyadoh-nya
hati musti berdiri tegak bersama Tauhid
maka sebaik-baiknya ibadah adalah  Mukhlisin
bila manusia masih ada kecintaan terhadap Duniawi …
maka itulah jawaban atas ibadah kita selama ini
hanya lahir saja yang terasa …
dan keberadaan  ALLAH pun  begitu tipisnya
karena masih bergandengan dengan kecintaan terhadap Duniawi
semoga hikmah ini menjadikan renungan kita semua …
Sejauh manakah hati mencintai  ALLAH Swt.


Wassallam,
HAKEKAT KEBENARAN ADA DALAM HATI
Assalammu Alaikum, wr.wb
Di antara jemari tangan yang berbincang
di tengah sorot mata yang mengungkap
di sela gendang telinga yang mendengar
di tengah akal yang berjalan
di bawah telapak kaki yang sering terbawa
diantara kebenaran & kebathilan
semua indra pasti bicara tentang apa yang kita lakukan
menyaksikan dan merasakan apa yang kita perlakukan
mungkin mereka ada yang tersakiti, atau rusak karena ulah kita
tapi diantaranya mungkin ada yang terjaga karena akhlak kita
mereka ber-tautan satu sama lainnya
tapi sayang suaranya tak terdengar hati kita
kecuali mereka yang terjaga, maka hati kita pasti men-syukurinya
Kita adalah pejalan renta di muka Bumi
yang setiap saat, terasa waktu itu menunggu
menghampiri kita untuk menggiring kedalam kematian tubuh
pergi ke ruang yang sempit menjadi hina kembali
hanya jiwa saja yang tertahan …
dia diam diluar menunggu keputusan  Sang Penguasa-nya
pasti menderita bila saja tak bersatu dengan  Sang Pemilik Ruh
maka dia akan menghadapi waktu penyesalan
sampai semua kehidupan dihentikan
Para sahabatku yang tercinta
arif-lah dalam kehidupan di Dunia ini
kelak semua indra akan ditunjukkan oleh kedua tangan kita
dan disaksikan oleh kedua kaki kita, tentang apa2 yang pernah dilakukan
bahkan kedua tangan ini akan menunjukkan setiap dosa dan kesalahan kita
“Alyauma nakhtimu ‘alla afwaahihim watukallimunaa aidiihim wa tasyhadu arjuluhum bimaa yaksimu”  (Surah Yasin : ayat 65)
semua tidak bisa mengelak
karena terkunci oleh  Kuasa-nya  Sang Pengadil
mereka terdiam,
disanalah kebohongan kita terungkap
kebathilan jelas terlihat
kemudharatan yang kita kerjakan dahulu saat hidup di Dunia
itulah kita … bila saja tak memperhatikan Firman ALLAH selama di Dunia
Semoga tulisan ini bisa menggugah hasrat untuk takut
bila berbuat salah dalam perjalanan pulang
marilah arif untuk mengikuti  Ketentuan-NYA
sehingga bijak untuk menjadikan diri kita meraih kebenaran
marilah kita hijrah ke dalam ketauhidan
menyempurnakan hati kedalam fitrahnya
memperbaiki diri yang sudah banyak kotornya
dan menghilangkan dosa yang menempel pada semua indera kita
semoga kita tergugah untuk menjadi bersih kembali
menampakkan cahaya hati sampai ke permukaan kulit tubuh
iltulah  Ilafiah yang menjadikan tubuh ini ber-cahaya-kan  Sifat Sang Penguasa
membimbing lahir dalam  Akhlaqul Karimah
dan menjadikan hati sebagai tempat untuk kita bersemayam di Dunia
Para sahabatku yang tercinta
janganlah pernah malas kita untuk berdzikir
memandang ALLAH dalam keutuhan cinta
sirnakan kejanggalan Dunia
agar kita tetap bisa bersama  ALLAH AZZA WAJALLA
inilah perjuangan yang ditempuh
menyusuri kejanggalan jiwa yang sering merusak hati
marilah kita melihat kebenaran
dengan sikap  uluwiyah untuk mecapai pertemuan  Dengan-NYA
maka lakukanlah penyepian diri di waktu2 tertentu
agar kita semua bisa merasakan makna keabadian bila  Bersama-NYA
semoga tulisan ini bisa menggugah para sahabat
untuk merasakan makna  ibadah Kholwat bagi yang belum melaksanakannya
dan mengundang kembali bagi yang sudah pernah melakukannya
pasti mempertinggi kecintaan bagi yang sering mengerjakannya
dengan  Kholwat, kita berjuang mencari ke-arif-an
sebagai  Ciptaan-NYA yang seharusnya diperbuat selama di Dunia
inilah perjuangan diri mencari hakekat kebenaran di dalam hati

Amin Ya Rabbal Alamin
Wassalam,
URUNGKAN NIAT BERSENANG DI DUNIA
Assalammu Alaikum wr.wb.

Betapa malasnya manusia mengabdi
tak banyak yang diperbuat untuk  Sang Maha Raja
biarpun  Peringatan-NYA  begitu jelas tersurat
tapi hanya sedikit yang tersirat dalam hati manusia
kebanyakan manusia ingin berdandan di Hadapan-NYA
dengan perhiasan taqwa ala kadarnya
tapi sayang banyak kancing yang lepas tak terlihat
tapi semua buta tak melihat
padahal  Sang Raja  selalu mengingatkan
dengan  ujian  dan  cobaan …

Para Sahabatku, janganlah tertidur dari  Rahmat_NYA
pasti merugi karena tak mengenal kebaikan
lepaskan semua baju yang dipakai, agar jelas terlihat kotoran di badan
basuhlah dengan ke-kaffah-an …
biar badan kita bersih tertembus  Nur-NYA
berbaringlah dalam ke-dhaif-an
dan bersujudlah dalam ketawadhu’an
raihlah makna sebagai  hamba-NYA  yang tak ada daya
biar putihnya iman terlihat di hati
dan kita berjalan di muka Bumi bersama bayangan Sifat-NYA
itulah ilafiah yang harus kita cari …
dengan Dzikirullah pasti ketemu

Belajarlah menyepi dari cahaya Dunia
kelak kita mengerti maksudnya Tauhid
yaitu mencintai  ALLAH  tanpa terhalang duri Dunia
maka kita bisa merasa tenang karena tak ada yang dipilih
kecuali  ALLAH  yang kita sanjung …
serta sesama yang kita bela
dari laparnya, sakit dan lumpuhnya

Tidakkah kita melihat
banyak saudara kita yang menjerit
semoga kita mendengar, datang dan mengasihi
berjuanglah mengisi waktu di Dunia
jangan sampai habis oleh kesenangan Duniawi
hidupkan saudara yang mati
biar hidup bersama kita di Dunia
itulah amanah  Sang Khalik  kepada yang ber-harta
semoga kita menjadi kaki tangan  Sang Maha Kuasa

Marilah kita berdzikir selama waktu di Dunia
menembus kabut nafsu hingga bertemu  Samudera Illahi
ber-kholwat-lah  bila ada senggang waktu
agar Dunia tak mengajaknya bermain di taman-nya
lebih baik kita urungkan niat bersenang
biar kelak kita damai di Akhirat ….

Amin Ya Rabbal Alamin
Wassallam,

SATU RASA DENGANNYA
Assalammu ‘alaikum. wr.wb,

Berdiamlah di dalamnya …
engkau pasti tenang bersama damai
Tanpa lagi terguncang oleh fikir
Karena engkau tak lagi memutarnya
Biarlah  hati yang berjalan …
menyuruh jiwa menemani akal
maka engkau hanya terpana
melihat Tuhan memberi cara
Menjadi ada dari asal tiada !

Betapa kita dimanja  Rahmat Keagungan
tanpa perlu diri tersakiti
Cukup saja mendengar rasa
akan makna yang Tuhan berikan
itulah  Sifat-Nya  yang bertabur hikmah
untuk ummat-Nya yang telah berbaur
dalam  satu rasa  Dengan-Nya !

Wahai sejati …
Engkau berdiam tak berucap
Berdiri kokoh dalam kesucian
Menjaga perintah  atas qodratmu
Engkau menunggu, ummat berkunjung
untuk kau bawa kepada Ruh …
sebagai  Mihraj untuk mengerti  Rahasia-Nya

Itulah rahasia kekekalan
yang hanya terlihat oleh hati yang bening
Inilah penyatuan antara lahir dan kesejatian
sebagai Rahasia Tuhan untuk ummat-Nya
Apakah kita ingin mencarinya …

Sejauh nafas masih terhirup
marilah kita mengerti tentang kisah
Asal diciptakan hingga pulang ketempat asal
Janganlah mencari lembaran lain
karena hidup telah tergaris
Ikuti saja  Perintah-Nya.
Itulah  Tuhan Bicara  kepada kita

Asal saja kita berhati bersih
pasti mendengar dan berjalan taat  kepada-Nya
tanpa rasa sakit, capai, bosan dan mengeluh
karena hati selalu damai setiap saat.
Amien Ya Rabbal ‘alamin

“Dzikir, Tafakur dan Kholwat, adalah caraku untuk mencapai Tempat-Mu”

Hanya ENGKAU Yang Kurindu “ALLAH Swt”

Hanya Engkau Yang Kurindu
Assalammu Alaikum wr.wb.

Ketika cinta itu ada
sekujur tubuh kian bergetar
membayangkan keindahan rasa
hadir mendatangi jiwa
terbayang pelukan yang hangat
setiap saat, diri terasa nyaman
walau tak lagi nampak raut wajah
tapi hati terus merasa rindu
menghayalkan saat bertemu …

Ku berjalan agar mendekat jarak
melintas tempat yang sering menggoda
yang sering membakar hasrat agar berhenti
menawarkan cinta yang lain, agar aku mencoba
kupejamkan mata, agat tak melihat warna
kututup telinga agar tak terdengar resah
ku tak peduli agar tak berubah rasa
karena hanya satu yang ingin kutatap
DZAT  yang menjanjikan kedamaian selamanya

Ya  RABB, karena  ENGKAU-lah  aku ada
aku rindu  Dekapan-MU
yang menjadikan aku bicara dan mendengar
aku rindu  ENGKAU  menatap Hamba-MU ini
yang telah  KAU  Ciptakan dari  Tangan-MU
semoga  ENGKAU  mendekatku
saat aku sendiri menyebut  Nama-MU
semoga  ENGKAU  memeluk ku
saat jiwa  Merasakan-MU
semoga  ENGKAU  mencintaiku
saat raga lumpuh di Hadapan-MU
karena itulah aku ber-Kholwat
karena aku rindu ingin bertemu
dengan  ENGKAU  Yang Satu saja  ”ALLAH Swt”
Amin Ya Rabbal Alamin

Wassallam,

Dzikir dan Kholwat Harta Dunia dan Akhirat



Assalammu Alaikum, wr.wb.

Tak ada keindahan hati yang kuraih
selain aku menghening  Kepada-NYA
tak ada keindahan yang kuraih dari Dunia
selain aku berdekatan  Dengan-NYA
tak ada kehomatan yang kusanjung
selain aku merasakan rendah di Hadapan-NYA
tak ada kebanggaan terhadap Zakat dan Infaq-ku
selain  ALLAH  yang menggerakkan hatiku
tak ada ibadah yang menyejukan hatiku
selain Dzikir dan ber-Kholwat  Kepada-NYA

Dzikir bagiku adalah harta yang tak ternilai
Dzikir bagiku adalah Ladang Hidayah  ALLAH
Dzikir bagiku adalah kekayaan hati
Dzikir bagiku adalah penghambaan yang utuh
Dzikir bagiku adalah bukti kecintaan
Dzikir bagiku adalah kedamaian hati
Dzikir bagiku adalah kesenangan ku
untuk Dunia dan Akhirat …

Ya  RABB, semoga  ENGKAU  tak mengambil nikmatku ini
karena nikmat Dzikir ini melebihi harta Dunia apapun
biarkan orang menjauhi dan membenciku …
asalkan  ENGKAU  tetap menemaniku disaat ber-Dzikir
Ya  RABB, bawalah Dzikir-ku ini sampai  Arsy-MU
saat aku menyepi dalam ber-Kholwat
Karena ENGKAU lah, banyak orang yang kini ber-Kholwat
itulah  Syiar-MU  mengajari kami untuk tunduk dan patuh
maka  ENGKAU-pun  membimbing dalam hati
agar tak menjadikan Dunia sebagai kebanggaan hidup
semoga nikmat Dzikir dan Kholwat ini tetap kami rasakan
sampai akhir hayat …
Amin Ya Rabbal Alamin


Wassallam,

Kebahagiaan Bila Hati Bersama ALLAH Swt

Assalammu Alaikum wr.wb.

Indahnya malam
saat rembulan meredam amarah
Cakrawala rahmat menghadiri
menjemput jiwa yang berharap
sedikit saja, nafas yang terhembus
dari  Ciptaan-NYA  yang mendiami Bumi
yang mengagungkan Raja-nya
pemilik  Alam Jagat Raya …

Bila saja mengerti
dibalik keheningan malam
banyak tersimpan  Rahasia Illahi
Hanya orang yang berakal
menjemput Rahmat dengan ber-Dzikir
tapi sayang banyak akal yang lumpuh
hanya cukup berkhayal dibalik selimut

suara Dzikir dari segelintir manusia
mereka berjuang agar  ALLAH  mendekat
maka mereka mencari ketenangan jiwa
bukan untuk tahta atau martabat
tapi untuk mendekati  keabadian
bersama  Sang Penguasa  selamanya
itulah makna hati yang sebenarnya
suci bersih biar  ALLAH  bersemayam di dalamnya
semoga kita renungi …
Kebahagiaan itu bila hati bersama  ALLAH SWT

Wassallam

Hati Bersama Cahaya ILLAHI

Assalammu Alaikum, wr.wb.

Bila mengenal  RABBI …
bukan  Ciptaan-NYA saja, kita bersaksi
tapi rasakanlah  Sifat-NYA  di hati
itulah Tauhid yang harus kita miliki
sebagai wujud yang terlahir di diri
sehingga kita bertemu  Cahaya ILLAHI
sebagai jalan untuk bertemu  RABBI  kembali

Di Dunia kita harus mencari
kebenaran diri yang hakiki
bila ilmu telah kita miliki
segeralah mencari dimana  Sang ILLAHI
dengan Dzikir-lah, kita mulai
membenamkan nafsu sampai mati
agar hidup  RABBI  di hati …

Demikian  Isra Mi’raj  sebagai perjalanan hati
mengajari pengikut  Muhammad  agar mengerti
tentang perjalanan Ruh saat kembali …
kendalikan empat nafsu yang ada di diri
agar pulang bersama jiwa kembali
berjuanglah agar hati menjadi suci
jadikanlah Dzikir sebagai riyadoh hati
dan ber-Kholwat-lah agar Tauhid kokoh berdiri
menjadikan hati bersama  Cahaya ILLAHI

Wassallam,
Top of Form
Bottom of Form
Hati kita sebagai ibu-bapa kadangkala terusik kenapa anak-anak yang telah diberi pelajaran yang secukupnya dalam bidang Fardhu Ain, masih mengalami masalah salah-laku? Qurannya sudah khatam (habis dibaca), solat, wuduk, puasa dan lain-lain sudah dikuasai ilmunya, tetapi mengapa masih jahat juga?
Tak cukupkah lagi dengan pengajaran yang diberi? Atau ada ‘kebocoran’ di mana-mana sewaktu proses mengajar dan mendidik?. Masalah ini perlu disuluh secara teliti, dan dengan pemikiran yang lebih kritis. Kenapa benih padi yang kita tanam, lalang pula yang tumbuh? Apapun, pada saya ini masalah ini tentu ada kaitannya dengan perkara asas dan teras. Ya, ini berpunca daripada masalah tauhid – keyakinan dalam hati yang menjadi punca perlakuan dan tindakan.
Tauhid atau akidah adalah ilmu asas yang paling awal wajib diajarkan kepada anak-anak. Tujuan ilmu Tauhid adalah untuk memperkenalkan Allah menerusi nama dan sifat kebesaran-Nya. Kenal akan Allah – ertinya kenal akan sifat-sifat kesempurnaan-Nya yang serba ‘Maha’ seperti Maha Pengasih, Penyayang, Memiliki, Suci, Sejahtera, Memelihara dan sebagainya. 
Apabila sudah mengenali sifat-sifat kesempurnaan Allah ini maka diharap akan timbullah rasa kasih, malu, kagum, sayang, takut, harap, hina, rindu, cinta dan lain-lain dalam diri anak-anak. Apabila timbul rasa-rasa itu maka itulah nanti yang akan mempengaruhi tindakan, percakapan dan perasaannya. Tindakannya adalah tindakan orang yang takut dengan Allah. Percakapannya adalah percakapan orang yang cintakan Allah. Begitulah seterusnya, setiap rasa tertentu akan melahirkan tindakan atau perbuatan yang selaras dengan rasa itu…
Selalu diungkapkan, “tak kenal maka tak cinta.” Untuk cinta, mesti kenal. Maksudnya, jika seorang anak itu benar-benar kenalkan Allah, maka sudah pasti ia cintakan Allah. Dan apabila dia telah cintakan Allah, maka dengan sendirinya lahir perbuatan-perbuatan yang selaras dengan rasa cintanya itu. Apa yang Allah suka, dilakukannya. Apa yang Allah benci, ditinggalkannya.
Tetapi sekiranya lahir perbuatan-perbuatan negatif (menyalahi kehendak Allah), maka itu menunjukkan ia tidak mempunyai rasa cinta. Bila dia tidak mempunyai rasa itu, ini bermakna dia tidak benar-benar kenal akan Allah. Lalu kita bertanya, mengapa seseorang itu masih tidak kenalkan Allah walaupun telah sekian lama diperkenalkan kepada-Nya melalui pengajaran ilmu Tauhid?
Bukankah anak kita sudah tahu yang Tuhannya bernama Allah? Dia pun sudah menghafal sifat-sifat yang wajib,mustahil dan harus bagi-Nya. Sesetengah anak kita, malah sudah hafaz semua nama-nama Allah yang baik (Asmaul Husna).
Tetapi hairan juga kita kenapa dia tegamak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang dipelajarinya? Dengan kata yang lain, kenapa pengetahuan Tauhidnya tidak berperanan langsung dalam kehidupannya? Pada pandangan saya, ada beberapa sebab, mengapa pengajaran dan pendidikan ilmu tauhid yang kita sampaikan kepada anak-anak tidak berkesan. Antara sebab-sebab itu ialah:
1. Tidak memanfaatkan usia muda yang paling optimum.
Usia yang paling optimum untuk menanamkan ilmu Tauhid ialah antara 8 bulan hingga 8 tahun. Pada waktu ini fitrah anak-anak sungguh bersih, ditambah pula oleh fikiran, perasaan dan jiwanya yang mula berkembang. Usia ini sepatutnya digunakan sepenuhnya untuk memperkenalkan Allah secara mudah, ‘natural’, santai dan berterusan.
Hujjah akal tidak diperlukan sangat. Yang penting, memberitahu, menetapkan dan meyakinkkan. Dalil dan pemikiran rasional tidak dituntut justeru pada usia sebegini selalunya akan-anak menerima sahaja input yang kita berikan kepada mereka. Katakan, Allah itu Penyayang, Allah itu Pengasih, Allah itu Penyabar… maka anak-anak akan menerimanya tanpa soal lagi.
Sayangnya, tempoh usia muda ini selalunya diabaikan oleh ibu-bapa dengan alasan, “biarlah… mereka tidak tahu apa-apa, mereka masih kecil lagi.” Sedangkan hakikatnya, pada usia itulah mereka sangat bersedia untuk dicorakkan oleh apa sahaja yang disogokkan menerusi pembukaan semua ‘tingkap’ yang diwakili oleh seluruh pancaindera mereka. Mereka, hakikatnya boleh tahu ‘apa sahaja’. Lalu alangkah baiknya, jika peluang dan ruang ini diisi untuk memperkenalkan Tuhan kepada mereka. Pesan ulama:
“Awal beragama adalah mengenal Allah.”
Selalunya, orang yang paling awal kita kenali dalam hidup, maka orang itulah yang paling besar pengaruhnya dalam kehidupan kita apabila dewasa. Pakar-pakar psikologi menggunakan istilah ‘pelaziman individu rapat yang berpengaruh’ untuk menerangkan hal ini. Sebab itu anak-anak yang telah diperkenalkan kepada Allah sejak kecilnya, akan membentuk menjadi orang dewasa yang dipengaruhi oleh rasa tauhid yang mendalam. Tauhid umpama benih yang disemai pada awal usia, dan akan tumbuh membesar selaras dengan pertambahan usia. Ibu-bapa yang bijak, akan memanfaatkan masa perbualan, waktu makan, waktu bermain dan apa sahaja waktu bersama anaknya untuk memperkenalkan Tuhan.
2. Tidak manfaatkan unsur alam bagi memperkenalkan Tuhan.
Alam ini tandanya adanya Tuhan. Bukan sahaja alam ini membuktikan Tuhan itu ada, tetapi alam juga membuktikan Tuhan Allah maha Berkuasa… Soalnya bagaimana hendak diperlihatkan dan dirasakan kepada anak-anak itu akan kebesaran dan keperkasaan Tuhan menerusi penciptaan alam ini? Mudah sahaja, tunjukkan dulu akan kebesaran dan kehebatan alam ini.
Terangkan betapa teraturnya alam ini dengan bulan, bumi dan matahari sentiasa bergerak dan beredar dalam orbit masing-masing. Dari pusingan dan peredaran itu terjadilah siang dan malam, hari, minggu, bulan dan tahun. Betapa sukarnya kita hendak menggerakkan sesuatu, perlukan tenaga dan daya yang kuat… maka tentulah Tuhan yang menggerakkan seluruh semesta alam ini lebih kuat, dan lebih berkuasa.
Ertinya, sains adalah ilmu yang paling signifikan untuk menanamkan rasa tauhid dalam diri anak-anak. Bukankah sejarah pencarian Nabi Ibrahim untuk mengenali Tuhan ‘terpaksa’ melalui liku-liku dalam ilmu sains? Baginda melihat betapa besarnya kejadian ciptaan Tuhan – seperti bintang, bulan dan matahari. Timbul rasa kagum dalam dirinya akan kehebatan ‘ciptaan-ciptaan’ itu.
Lalu itu semua pernah disangkanya sebagai Tuhan… Namun oleh kerana ‘kebesaran’ kejadian-kejadian itu akhirnya dilindungi oleh yang lain, maka baginda merasakan tentu ada lagi zat lain yang ‘Maha besar’ – yang mengatasi kebesaran bintang, bulan dan planet-planet itu. Maka pada ketika itulah Nabi Ibrahim diperkenalkan kepada Allah oleh malaikat Jibrail.
Maka kaedah yang sama perlu digunakan masakini. Bawa anak-anak melihat ‘kebesaran’ alam dalam perjalannnya melihat kebesaran Tuhan. Selagi anak-anak tidak nampak kebesaran alam ciptaan Tuhan ini maka sukar baginya merasakan kebesaran Tuhan yang menciptanya. Oleh itu anak-anak mesti didedahkan selalu kepada pelajaran Sains. Bawa dia dekat dengan alam. Kemudian tarik dirinya untuk mengenal Allah yang mencipta alam. Menerusi penciptaan planet, haiwan, tumbuhan dan sebarang organisma yang begitu teratur, unik dan indah maka selitkan bahawa ada zat yang Maha Pengatur, Maha Besar dan Maha Indah. Tidak mungkin segalanya tercipta dengan sendirinya… tentu ada yang Mencipta. Tidak mungkin alam itu teratur tanpa sengaja… tentu ada yang mengaturnya. Bukan sahaja ada yang mencipta dan mengatur, tetapi yang mengatur itu Maka Berkuasa dan Maha Perkasa.
Maksud ilmu sains di sini bukanlah yang begitu rumit dan kompleks sehingga ibu-bapa terpaksa membuat kajian dan rujukan. Tetapi memadailah jika alam ini dijadikan latar atau alat untuk memperkenalkan Tuhan. Bila hujan, tanyakan kepada anak, “siapa jadikan hujan?”
Bila dibawa melawat zoo, melihat berbagai-bagai jenis haiwan, maka usik anak-anak kita dengan pertanyaan-pertanyaan yang boleh memperingat dan memperkenalkan Tuhan kepada mereka. “Agak-agak, ibu monyet tu sayang ke anaknya?” Nanti bila anak kita mengiyakannya, maka kita katakan, “pandai, kalau tak sayang tak kanlah dikendong anaknya ke sana kemari. Semua tu telah Allah dah aturkan. Allah Maha Bijaksana!”
3. Memperkenalkan dahulu sifat-sifat Allah yang Maha Keras.
Menerusi tertib penurunan wahyu, Allah telah memperkenalkan dahulu sifat-sifat-Nya yang lembut, baik, pemurah, penyayang… sebelum memperpekalkan sifatnya yang Maha membalas, punya siksa yang Maha pedih dan sebagainya. Ini juga satu kaedah untuk menyuburkan rasa tauhid ke dalam diri anak kita. Kenalkan dahulu sifat-sifat yang mendatangkan rasa ‘cinta’ daripada rasa ‘takut’. Walaupun cinta dan takut itu wajib ada dalam diri anak-anak, tetapi dalam kaedah menanamkannya ke dalam hati, rasa cinta mesti di dahului daripada rasa takut.
Kenapa agaknya, kaedah semacam itu perlu dipilih untuk mendidik rasa tauhid? Sebab, Allah mahu menimbulkan rasa dekat, rasa cinta dan rasa sayang para hamba terhada diri-Nya. Dengan rasa cinta, sayang itu barulah hamba-Nya merapatkan diri. Datanglah pengabdian dan ketaatan hasil rasa cinta. Selepas itu barulah diperkenalkan-Nya sifat-sifat yang menggerunkan seperti Dia memiliki siksa yang amat pedih, Maha Merendahkan, Maha Pengancam dan sebagainya. Ertinya, anak-anak mesti dididik dengan rasa cintakan Allah berdasarkan sifat-sifat dan nama-nama-Nya yang lembut lebih dahulu sebelum rasa takut berasaskan sifat dan nama-nama-Nya yang keras.
Malangnya, ini tidak berlaku. Bila anak melakukan kesalahan, maka kita ugut dia… nanti Allah humban dalam neraka. Bohong? Lidah kena gunting dengan api! Akibatnya, anak-anak akan mengenali Allah sebagai Tuhan Maha menghukum, Maha mengazab dan sebagainya. Betul, demikian tetapi salah caranya. Kenapa tidak Tak diterangkan misalnya, bila hujan turun… kita katakan, wah Allah sayang kita. Bila berdepan dengan juadah yang banyak, kita kan syukur banyaknya rezki kita malam ni… ini bukti Allah Pemurah.
Bila anak-anak melakukan kesalahan, kita anjurkan dia meminta maaf… katakan bahawa Allah itu Maha Pengampun! Walaupun Tauhid itu ajaran yang penting, tetapi kaedah tepat untuk menyampaikannya juga sangat penting. Justeru, betapapun bahan masakan berzat tetapi kalau silap kaedah memasaknya, maka musnah jua akibatnya!

Bottom of Form
DENGAN KUALITI JIWA BUKAN KUANTITI HARTA…
Maaf, kiranya saya membuat para pengunjung blog tertunggu-tunggu entri baru. Agak lama juga saya tidak menulis dalam blog ini. Mengerjakan tiga buku serentak, memang menguji ketabahan dan ketelitian. Itulah yang menjadi hambatan saya dalam beberapa minggu ini. Saya cuba selesaikan tiga buku serentak – sebuah yang agak berat dan ilmiah, satu lagi agak santai dan kreatif, manakala yang ketiga pertengahan diantara keduanya.
Insya-Allah, Mukmin Profesional – Celik Mata hati, Nota fikir untuk Zikir dan R & R Rohani akan terbit tidak lama lagi. Cuma ketentuannya di tangan Allah jua. Disamping itu ada satu tugas asas dan teras yang sangat mencabar. Pembaikan dan penambahan nilai untuk modul Penghayatan Amanah dalam Profesyen yang telah dilaksanakan untuk kakitangan Bank Rakyat. Insya-Allah, banyak penambah-baikan akan dilakukan pada pelaksanaan program latihan yang akan datang.
Saya bersyukur kerana mendapat banyak doa dan dorongan daripada pengunjung. Itu menguatkan jiwa dan semangat saya untuk terus menulis. Saya sering mengingatkan diri, usaha kita mengingatkan orang lain adalah juga usaha kita untuk memperbaiki diri sendiri. Dijauhkan Allah dari bersifat hipokrit. Walaupun kekadang apa yang diingatkan untuk orang lain, terlupa kita padankan pada diri sendiri. Saya, anda dan kita semua hanya INGIN jadi baik, belum benar-benar jadi baik. Kita insan yang sedang bermujahadah.
Baiklah sahabat dan saudara-saudaraku, kali ini mari kita sama-sama telusuri tulisan yang sangat sederhana ini. Semoga sadara/i ikhlas membacanya, sepertimana saya cuba ikhlas ketika menulisnya. Bacalah… dengan kualiti jiwa, bukan kuantiti harta...
Redha Allah terletak pada redha ibu-bapa. Semua orang pernah mendengar ungkapan ini. Namun, berapa kerat yang memahami tuntutannya? Dan berpada kerat pula yang telah menunaikan tuntutannya? Ibu-bapa yang telah tua memang menguji anak-anak. Maklumlah, akalnya sudah lemah, pertimbangannya jadi singkat. Kerenah orang tua sangat menguji anak-anak.
Berapa ramai yang menganggap ibu-bapa yang telah tua sebagai satu liabiliti dalam kehidupan kita. Pada hal mereka sebenarnya adalah satu aset yang sangat berharga dalam kehidupan kita. Menjaga ibu-bapa yang telah tua, bersabar dalam menghadapi kerenahnya sesungguhnya akan membuka pintu kerahmatan dan keberkatan daripada Allah swt.  
Ingatkah lagi kita tentang satu hadis panjang yang menceritakan kepada kita bagaimana tiga orang lelaki terperangkap dalam sebuah gua? Masing-masing memohon pertolongan daripada Allah melalui perantaraan (tawassul) amalan mereka. Salah seorang lelaki tersebut telah memohon kepada Allah melalui perantaraan amalannya yang berbakti kepada orang tua… dan pintu gua itu tergeser, petanda bantuan Allah tiba kerana amalannya terhadap orang tua.
Mengapa tidak kini kita gunakan kaedah yang sama? Bukankah banyak permasalahan dan beban hidup yang berat sedang atau akan kita tanggung? Salah satu kaedah untuk mengatasi dan menangani masalah tersebut ialah dengan berbakti kepada orang tua dan menjadikan kebaktian tersebut sebagai perantaraan berdoa kepada Allah. Dengan syarat kita berbuat demikian dengan hati yang ikhlas.
Berapa ramai penulis yang “terbantut” idea dan mindanya, lalu dia mengangkat tangan berdoa kepada Allah melalui perantaraan ketaatannya kepada ibu-bapanya? Atau ahli perniagaan yang dilanda masalah hutang atau merudumnya jualan, lalu istirahat seketika lantas berdoa meminta bantuan Allah melalui budi-baiknya terhadap ibu-bapa? Atau ahli politik yang diserang kiri dan kanan oleh musuh politiknya, mengambil sedikit masa untuk bermunajat kepada Allah melalui amalan baik terhadap kedua ibu-bapanya?
Ingatlah, ibu-bapa yang tua itu adalah satu aset. Kesusahan, kejemuan dan kebimbangan kita sewaktu menjaga mereka sebenarnya adalah mahar kepada sebuah ketenangan, keberkatan dan kejayaan dalam kehidupan. Namun sebaliknya, jika mengabaikan mereka itulah yang akan membuka kepada pintu kehancuran, keresahan dan kegagalan. Benar seperti yang pernah didendangkan oleh lagu lama, “ayah dan ibu wali-wali keramat.”
Ibu-bapa memang “wali keramat” kerana meminggirkan mereka (apatah lagi kalau sampai ke tahap menderhakai mereka) akan menyebabkan hidup kita terhijab (terhalang). Bukan sahaja kita orang awam ini, bahkan orang-orang Soleh sekalipun jika tersalah laku dengan ibu-bapa akan menerima padahnya. Lupakah kita kepada Juraij, seorang yang amat soleh (rajin uzlah dan beribadah) tetapi tertimpa malapetaka fitnah kerana tidak disenangi oleh ibunya.
Gara-gara begitu asyik dengan solat sunat, Juraij tidak menyahut panggilan ibunya. Ibunya sungguh terasa hati menyebabkan dia berdoa agar Juraij ditimpa fitnah. Benar, tidak lama kemudian Juraij difitnah berzina dengan perempuan jahat menyebabkan dia dihina dan disakiti oleh penduduk-penduduk setempat. Itulah bahananya mengecilkan hati ibu. Justeru, dari segi hukumnya, ajaran Islam menetapkan seseorang yang sedang bersembahyang sunat wajib menyahut panggilan ibunya setelah tiga kali panggilan itu diulang. Kenapa? Padahal solat itu hubungan dengan Allah, sedangkan menyahut panggilan ibu bapa itu hubungan sesama manusia? Apakah hak manusia lebih besar daripada hak Allah?
Tidak, bukan begitu. Sebenarnya itu didikan daripada Allah jua, agar seorang anak menjaga hubungan dengan ibu-bapanya semasa berhubung dengan Allah. Taat kepada Allah dan berbuat baik kepada kedua ibu-bapa ada kalanya dirangkaikan dalam ayat-ayat tertentu dalam Al Quran. Ya, jangan sampai mengejar cinta Allah, dengan mengabaikan cinta terhadap ibu-bapa. Yang setepatnya ialah cintailah ibu-bapa kerana mencari cinta Allah!
Bayangkan jika manusia sesoleh Juraij pun boleh ditimpa kesusahan kerana kesalahan yang boleh dikatakan kecil (berbanding kederhakaan anak-anak zaman ini) terhadap ibunya, apalagi kita. Kebaikan kita tidaklah setinggi dan sebanyak Juraij, sebaliknya kesalahan kita terhadap ibu-bapa kita lebih banyak daripadanya… Bila-bila sahaja kita boleh ditimpa malapetaka akibat kederhakaan ini. Dan mungkin kita tidak sedar, malapetaka itu telah pun menimpa kita.
Intai-intai dan telitilah kembali jalan hidup yang telah, sedang dan akan kita susuri ini. Berapa banyak halangan dan hambatan yang datang melanda. Berapa banyak kali kita kecundang? Apa yang dirancang kekadang sering tidak “menjadi”. Malang dan bencana datang timpa menimpa. Dicari sebabnya, dikaji puncanya, seakan-akan tidak terjumpa… mana tahu semuanya bahana derhaka kepada kedua ibu-bapa.
Dosa kita pada yang lain masih adalah istilah nanti dan tunggu. Tetapi dosa kepada ibu-bapa akan dibalas segera dan tiba-tiba. Sesetengah orang, hanya kerana dia telah menghulurkan bantuan ratusan malah ribuan ringgit sebulan kepada ibu-bapanya, dia telah menunaikan tanggungjawab… Jadi apabila ibu-bapanya “bersuara” sedikit, sudah berani dia membentak. Apa yang tidak cukup lagi? Apa lagi yang ibu hendak? Apa lagi yang bapa tidak puas hati?
Ingatlah, wang ringgit dan harta benda tidak akan mampu membalas jasa atau menebus bakti kedua orang tua kita. Bukan semua perkara dalam kehidupan ini boleh dibeli. Banyak perkara-perkara penting dalam hidup ini tidak boleh dinilai oleh kuantiti material dan fizikal yang kita ada. Antaranya, jasa dan bakti kedua ibu-bapa. Ia hanya boleh “dibayar” oleh kualiti jiwa bukan kuantiti harta.
Maksudnya, budi hanya dapat dibayar oleh budi. Jasa dengan jasa. Budi baik dan akhlak kita yang cantik sahaja dapat menyenangkan hati orang tua pada usia senja mereka. Layani mereka dengan baik, dengarlah cerita mereka (walaupun telah diulang berkali-kali), duduk berbual dengan mereka, membelai atau mengurut badan mereka dan yang paling penting sering menziarahi dan sentiasa berdoa untuk mereka.
Jangan lupa, satu hari kita juga akan melalui apa yang sedang lalui kini. Kita akan mencecah gerbang tua dan mengecap sisa-sisa umur dengan payah dan lelah seperti mereka… bagaimana kita saat itu? Tentukanlah nasib kita itu pada hari ini. Bagaimana? Taat, layan dan belai dengan penuh kasih sayang orang tua kita pada hari ini, insya-Allah anak-anak kita akan mengamalkan sikap yang sama terhadap kita pada akhir nanti.
Cerita dan nasihat ini bukan pertama kali kita dengar… tetapi semuanya diulang lagi kerana kita sering mengabaikan apa yang sering kita dengar. Kita sering menjadi umpama kelekatu yang melanggar lampu yang bercahaya sedangkan di bawahnya sudah begitu banyak kelekatu lain yang terkorban. Berapa banyak ikon anak derhaka dalam cerita rakyat seperti Sitanggang mahupun Malim Kundang yang kita benci dan caci, ironinya kita menjejak mereka tanpa kita sedari.
Sudah dianggap derhaka dengan mendecit perkataan “ah” kepada kedua ibu-bapa. Sudah dianggap melupakan mereka jika kita tidak mendoakan mereka selepas setiap kali mengerjakan solat. Sudah mengecilkan hati mereka jika sudah lama kita tidak menelefon ataupun menziarahi mereka di kampung… Oh, terlalu banyak kesalahan kita terhadap mereka. Dan apakah ini telah menyebabkan tertutupnya pintu kerahmatan dan keberkatan?
Rezeki banyak, tetapi tidak puas. Umur panjang, tetapi dipenuhi dosa. Masa lapang, tetapi hilang manfaat. Kesibukan yang memanjang, keresahan yang tidak berpenghujung mungkin sedang berlaku dalam hidup kita. Anak-anak degil. Isteri atau suami semakin degil dan tidak serasi… Apakah ini semua kerana dosa kita terhadap orang tua? Apakah Allah sedang murkakan kita?
Jika anda bertanya begitu, sila ulang baca ayat pertama pada awal tulisan ini!


INILAH MAKNA BAHAGIA

Semalam saya di UIA Kuantan – menjelaskan apa, kenapa dan bagaimana membentuk golongan Mukmin Profesional. Dalam sesi soal jawab kemudiannya, seorang pelajar telah bertanya apakah itu bahagia? Oleh kerana soalan terlalu banyak, dan penjelasan memerlukan masa yang agak panjang, maka saya berjanji untuk menjelaskannya dalam blog genta-rasa ini.
Untuk anak-anak yang bertanya, dan untuk saudara/i yang pengunjung blog yang setia, saya hulurkan tulisan ringkas ini sebagai jawapan kepada pertanyaan, apa itu bahagia?
INILAH MAKNA BAHAGIA…
Bahagia itu fitrah tabie manusia. Semua orang ingin bahagia. Jika ada manusia yang berkata, alangkah bahagianya kalau aku tidak bahagia, dia layak dihantar ke Hospital Bahagia. Kenapa? Sudah tentu orang itu tidak siuman lagi. Manusia yang siuman sentiasa ingin dan mencari bahagia. Bahkan, apa sahaja yang diusahakan dan dilakukan oleh manusia adalah untuk mencapai bahagia.

• Bahagia itu relatif?

Malangnya, keinginan manusia untuk bahagia sering tidak kesampaian. Ini disebabkan ramai manusia tidak tahu apa makna bahagia sebenarnya dan mereka juga tidak tahu bagaimanakah caranya untuk mendapatkannya. Jika kita mencari sesuatu yang tidak diketahui dan dikenali, sudah pasti kita tidak akan menemuinya. Oleh itu, usaha mencari kebahagiaan itu mestilah bermula dengan mencari apa erti kebahagiaan itu terlebih dahulu.
Apakah erti bahagia? Ada yang beranggapan erti bahagia itu relatif. Ia berubah-ubah dan berbeza antara seorang individu dengan yang lain. Bagi yang sakit, sihat itu dirasakan bahagia. Tetapi apabila sudah sihat, kebahagiaan itu bukan pada kesihatan lagi. Sudah beralih kepada perkara yang lain lagi. Bagi golongan ini kebahagiaan itu adalah satu “moving target” yang tidak spesifik ertinya.
Ada pula golongan pesimis. Mereka beranggapan bahawa tidak ada bahagia di dunia ini. Hidup adalah untuk menderita. Manusia dilahirkan bersama tangisan, hidup bersama tangisan dan akan dihantar ke kubur dengan tangisan. Bahagia adalah satu utopia, ilusi atau angan-angan. Ia tidak ujud dalam realiti dan kenyataan.
Sumber dalaman atau luaran?
Sebelum mendapat jawapan tentang erti kebahagiaan yang sebenar, mesti dipastikan sumber kebahagiaan itu. Ia datang dari mana? Apakah bahagia itu datang dari luar ke dalam (outside-in) atau dari dalam ke luar (inside-out)?
Ramai yang merasakan bahawa bahagia itu bersumber dari faktor luaran. Ia bersumber daripada harta, kuasa, rupa, nama dan kelulusan yang dimiliki oleh seseorang. Golongan ini merasakan jika berjaya menjadi hartawan, negarawan, bangsawan, rupawan, kenamaan dan cendekiawan maka secara automatik bahagialah mereka.
Atas keyakinan itu ramai yang berhempas pulas dan sanggup melakukan apa sahaja untuk memiliki harta, kuasa dan lain-lain lagi. Kita tidak bahaskan mereka yang miskin, hodoh, tidak popular dan bodoh, lalu gagal merasakan bahagia tetapi mari kita tinjau apakah hidup para hartawan, rupawan, bangsawan, kenamaan dan cendekiawan itu bahagia?
Realiti hidup jutawan, rupawan dan selebriti.
Realitinya, sudah menjadi “rules of life” (sunatullah), manusia tidak mendapat semua yang diingininya. Tidak ada seorang manusia pun yang dapat mengelakkan diri daripada sesuatu yang tidak disenanginya. Hidup adalah satu ujian yang menimpa semua manusia, tidak kira kedudukan, harta dan pangkatnya. Firman Allah:
“Dijadikan mati dan hidup adalah untuk menguji manusia siapakah yang terbaik amalannya.” Al Mulk.
Si kaya mungkin memiliki harta yang berjuta, tetapi mana mungkin dia mengelakkan diri daripada sakit, tua dan mati? Inilah yang berlaku kepada Cristina Onasis pewaris kekayaan ayahnya Aristotle Onasis, yang mati pada usia yang masih muda walaupun memiliki harta yang berbilion dollar. Mereka yang rupawan, tidak boleh mengelakkan diri daripada cercaan. Madonna, Paris Hilton (sekadar menyebut berapa nama) pernah dikutuk akibat kelakuan buruk masing-masing. Lady Diana yang memiliki semua pakej kelebihan wanita idaman akhirnya mati dalam keadaan yang tragis dan menyedihkan sekali.
John Lenon tidak dapat mengelakkan diri daripada dibunuh walaupun dirinya dipuja oleh jutaan peminat. Elizabeth Taylor pula sedang membilang usia yang kian meragut kecantikan dan potongan badannya. Itu belum dikira lagi nasib malang yang menimpa negarawan dan bangsawan tersohor seperti Al Malik Farouk (Masir), Shah Iran (Iran), Ferdinand Marcos (Filipina), Louis XVI (Perancis), Tsar (Rusia) dan lain-lain lagi. Tegasnya, kesakitan, cercaan, dijatuhkan dan lain-lain ujian hidup telah menumpaskan ramai hartawan, rupawan, negarawan dan cendekiawan dalam perlumbaan mencari kebahagiaan.
• Bukti hilangnya bahagia.
Apa buktinya, mereka hilang bahagia? Tidak payah kita berhujah menggunakan Al Quran dan Al Hadis, melalui paparan media massa sahaja sudah cukup menjadi bukti betapa tidak bahagianya mereka yang memiliki segala-galanya itu. Aneh, apabila selebriti dari Hollywood, yakni mereka yang memiliki rupa yang cantik, harta yang berbilion dolar, nama yang tersohor tetapi dilanda pelbagai masalah kronik. Senarai nama yang berkenaan cukup panjang …
Mereka yang terlibat dengan arak, rumah tangga cerai berai, dadah, jenayah, sakit jiwa dan bunuh diri ini sudah tentu tidak bahagia. Jika mereka bahagia dengan nama, harta dan rupa yang dimiliki tentulah mereka tidak akan terlibat dengan semua kekacauan jiwa dan kecelaruan peribadi itu. Tentu ada sesuatu yang “hilang” di tengah lambakan harta, rupa yang cantik dan nama yang popular itu.
• Ujian hidup punca hilang bahagia?
Mari kita lihat persoalan ini lebih dekat. Apakah benar ujian hidup menghilangkan rasa bahagia dalam kehidupan ini? Apakah sakit, usia tua, cercaan manusia, kemiskinan, kegagalan, kekalahan dan lain-lain ujian hidup menjadi sebab hilangnya bahagia? Jawabnya, tidak!
Jika kita beranggapan bahawa ujian hidup itu penyebab hilangnya bahagia maka kita sudah termasuk dalam golongan pesimis yang beranggapan tidak ada kebahagiaan di dunia. Mengapa begitu? Kerana hakikatnya hidup adalah untuk diuji. Itu adalah peraturan hidup yang tidak boleh dielakkan. Sekiranya benar itu penyebab hilangnya bahagia, maka tidak ada seorang pun manusia yang akan bahagia kerana semua manusia pasti diuji.
Atas dasar itu, ujian hidup bukan penyebab hilangnya bahagia. Sebagai perumpamaannya, jika air limau nipis diletakkan di atas tangan yang biasa, maka kita tidak akan berasa apa-apa. Sebaliknya, jika air limau itu dititiskan di atas tangan yang luka maka pedihnya akan terasa. Jadi apakah yang menyebabkan rasa pedih itu? Air limau itu kah atau tangan yang luka itu? Tentu jawapannya, luka di tangan itu.
• Metafora air limau dan luka di tangan
Air limau itu adalah umpama ujian hidup, manakala tangan yang luka itu ialah hati yang sakit. Hati yang sakit ialah hati yang dipenuhi oleh sifat-sifat mazmumah seperti takbur, hasad dengki, marah, kecewa, putus asa, dendam, takut, cinta dunia, gila puji, tamak dan lain-lain lagi. Ujian hidup yang menimpa diri hakikatnya menimbulkan sahaja sifat mazmumah yang sedia bersarang di dalam hati. Bila diuji dengan cercaan manusia, timbullah rasa kecewa, marah atau dendam. Bila diuji dengan harta, muncullah sifat tamak, gila puji dan takbur.
Justeru, miskin, cercaan manusia dan lain-lain itu bukanlah penyebab hilang bahagia tetapi rasa kecewa, marah dan tidak sabar itulah yang menyebabkannya. Pendek kata, ujian hidup hakikatnya hanya menyerlahkan sahaja realiti hati yang sudah tidak bahagia lama sebelum ia menimpa seseorang.
Dengan segala hujah di atas terbuktilah bahawa pendapat yang mengatakan bahagia itu datang dari luar ke dalam adalah tertolak sama sekali. Ini kerana faktor “kesihatan” hati jelas lebih dominan dalam menentukan bahagia atau tidaknya seseorang berbanding segala faktor luaran. Ini secara tidak langsung menunjukkan bahawa kebahagiaan itu datang dari dalam ke luar – soal hati.
• Inilah erti bahagia
Secara mudah kebahagiaan itu ialah memiliki hati yang tenang dalam menghadapi apa jua ujian dalam kehidupan. Inilah erti bahagia yang sebenar selaras petunjuk Allah di dalam Al Quran. Firman Allah:
“Ketahuilah dengan mengingati Allah, hati akan menjadi tenang.” Al Ra’du 28.
Rasulullah S.A.W. juga telah bersabda:
” Bahawasanya di dalam tubuh badan manusia ada seketul daging. Apabila ia baik, baik pulalah seluruh badan, tetapi apabila ia rosak maka rosak pulalah seluruh badan. Ingatlah ia adalah hati. ” (riwayat Bukhari Muslim)
Rasulullah S.A.W bersabda lagi:
” Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda tetapi kekayaan itu sebenarnya ialah kaya hati “
Kaya hati bermaksud hati yang tenang, lapang dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki – bersyukur dengan apa yang ada, sabar dengan apa yang tiada.
Oleh itu hati perlu dibersihkan serta dipulihara dan dipelihara “kesihatannya” agar lahir sifat-sifat mazmumah seperti amanah, sabar, syukur, qanaah, reda, pemaaf dan sebagainya. Kemuncak kebahagiaan ialah apabila hati seseorang mampu mendorong pemiliknya melakukan kebaikan dan menghindari kejahatan dan larangan yang ditentukan oleh Islam dengan mudah dan secara “auto pilot”.
KAEDAH MENCARI BAHAGIA MENURUT AL QURAN DAN AS SUNAH:
1. Beriman dan beramal salih.
“Siapa yang beramal salih baik laki-laki ataupun perempuan dalam keadaan ia beriman, maka Kami akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik dan Kami akan membalas mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang mereka amalkan.” (An-Nahl: 97)
Ibnu ‘Abbas RA meriwayatkan bahawa sekelompok ulama mentafsirkan bahawa kehidupan yang baik (dalam ayat ini) ialah rezeki yang halal dan baik (halalan tayyiban). Sayidina Ali pula mentafsirkannya dengan sifat qana’ah (merasa cukup). Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu ‘Abbas, meriwayatkan bahawa kehidupan yang baik itu adalah kebahagiaan.
2. Banyak mengingat Allah .
Dengan berzikir kita akan mendapat kelapangan dan ketenangan sekali gus bebas daripada rasa gelisah dan gundah gulana. Firman Allah:
“Ketahuilah dengan mengingat (berzikir) kepada Allah akan tenang hati itu.” (Ar-Ra’d: 28)
3. Bersandar kepada Allah.
Dengan cara ini seorang hamba akan memiliki kekuatan jiwa dan tidak mudah putus asa dan kecewa. Allah berfirman:
“Siapa yang bertawakal kepada Allah maka Allah akan mencukupinya.” (Ath-Thalaq: 3)
4. Sentiasa mencari peluang berbuat baik.
Berbuat baik kepada makhluk dalam bentuk ucapan mahupun perbuatan dengan ikhlas dan mengharapkan pahala daripada Allah akan memberi ketenangan hati.
Firman-Nya:
“Tidak ada kebaikan dalam kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh ( manusia) untuk bersedekah atau berbuat kebaikan dan ketaatan atau memperbaiki hubungan di antara manusia. Barang siapa melakukan hal itu karena mengharapkan keredaan Allah, nescaya kelak Kami akan berikan padanya pahala yang besar.” (An-Nisa: 114)
5. Tidak panjang angan-angan tentang masa depan dan tidak meratapi masa silam.
Fikir tetapi jangan khuatir. Jangan banyak berangan-angan terhadap masa depan yang belum pasti. Ini akan menimbulkan rasa gelisah oleh kesukaran yang belum tentu datang. Juga tidak terus meratapi kegagalan dan kepahitan masa lalu karena apa yang telah berlalu tidak mungkin dapat dikembalikan semula. Rasulullah SAW bersabda: “Bersemangatlah untuk memperoleh apa yang bermanfaat bagi mu dan minta tolonglah kepada Allah dan janganlah lemah. Bila menimpa mu sesuatu (dari perkara yang tidak disukai) janganlah engkau berkata: “Seandainya aku melakukan ini nescaya akan begini dan begitu,” akan tetapi katakanlah: “Allah telah menetapkan dan apa yang Dia inginkan Dia akan lakukan,” karena sesungguhnya kalimat ‘seandainya’ itu membuka amalan syaitan.” (HR. Muslim)
6. Melihat “kelebihan” bukan kekurangan diri.
Lihatlah orang yang di bawah dari segi kehidupan dunia, misalnya dalam kurniaan rezeki karena dengan begitu kita tidak akan meremehkan nikmat Allah yang diberikan Allah kepada kita. Rasulullah SAW bersabda:
“Lihatlah orang yang di bawah kamu dan jangan melihat orang yang di atas kamu karena dengan (melihat ke bawah) lebih pantas untuk kamu tidak meremehkan nikmat Allah yang dilimpahkan-Nya kepada kamu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

7. Jangan mengharapkan ucapan terima kasih manusia.

Ketika melakukan sesuatu kebaikan, jangan mengharapkan ucapan terima kasih ataupun balasan manusia. Berharaplah hanya kepada Allah. Kata bijak pandai, jangan mengharapkan ucapan terima kasih kerana umumnya manusia tidak pandai berterima kasih. Malah ada di antara hukama berkata, “sekiranya kita mengharapkan ucapan terima kasih daripada manusia nescaya kita akan menjadi orang yang sakit jiwa!”. Firman Allah:
“Kami memberi makan kepada kalian hanyalah karena mengharap wajah Allah, kami tidak menginginkan dari kalian balasan dan tidak pula ucapan terima kasih.” (Al Insan: 9)
ZIKRULLAH YANG MEMBAWA BAHAGIA
Ketenangan itu dicapai melalui zikrullah. Zikrullah akan memberi ketenangan buat hati. Ketenangan hati itulah kebahagiaan sebenar. Tetapi kenapa ada orang yang berzikir tetapi hati tidak ataupun belum tenang? (Untuk mendapat jawapannya, tolong rujuk kembali entri dalam blog ini dalam tajuk: Mencari Ketenangan Hati)
Hati adalah sumber dari segala-galanya dalam hidup kita, agar kehidupan kita baik dan benar, maka kita perlu menjaga kebersihan hati kita. Jangan sampai hati kita kotori dengan hal-hal yang dapat merosak kehidupan kita apalagi sampai merosak kebahagiaan hidup kita di dunia ini dan di akhirat nanti.
Ingatlah, untuk menjaga kebersihan hati, (selalin berzikir) kita perlu menjaga penglihatan, pendengaran, fikiran, ucapan kita dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Dengan menjaga hal-hal tersebut kita dapat menjaga kebersihan hati kita. Dengan hati yang bersih kita gapai kebahagiaan dunia dan akhirat.  Jadi berhati-hatilah menjaga hati kerana ia adalah punca ketenangan dan kebahagiaan diri!
Kita harus melatih hati kita supaya sentiasa berniat baik dan inginkan sesuatu yang baik. Sentiasa riang, gembira dan tenang dengan setiap pekerjaan yang dilakukan. Sentiasa melakukan kerja amal, tolong menolong, bergotong royong, sentiasa bercakap benar, sopan dan hidup dengan berkasih sayang antara satu dengan lain.
Marilah kita bersihkan hati kita dari segala kotorannya dengan memperbanyak mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memperbanyak doa agar Allah SWT mengurniakan kita hati yang bersih dan selalu dekat dengan-Nya. Itulah beberapa hal yang mungkin dapat kita jadikan landasan untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia ini dan juga sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan akhirat nanti.
Sebenarnya kebahagiaan hidup yang hakiki dan ketenangan hanya didapatkan dalam agama Islam yang mulia ini. Sehingga yang dapat hidup bahagia dalam erti yang sebenarnya hanyalah orang-orang yang berpegang teguh dengan agama.
APA ITU BAHAGIA?
Oleh: Pahrol Mohamad Juoi
Jika ada manusia yang berkata, alangkah bahagianya kalau aku tidak bahagia, maka sudah tentu dia tidak siuman lagi kerana bahagia itu merupakan fitrah semula jadi setiap manusia. Tidak ada manusia yang tidak inginkannya. Bahkan, apa sahaja yang diusahakan dan dilakukan oleh manusia adalah untuk mencapai bahagia.
• Bahagia itu relatif?
Malangnya, keinginan manusia untuk bahagia sering tidak kesampaian. Ini disebabkan ramai manusia tidak tahu apa makna bahagia sebenarnya dan mereka juga tidak tahu bagaimanakah caranya untuk mendapatkannya. Jika kita mencari sesuatu yang tidak diketahui dan dikenali, sudah pasti kita tidak akan menemuinya. Oleh itu, usaha mencari kebahagiaan itu mestilah bermula dengan mencari apa erti kebahagiaan itu terlebih dahulu.
Apakah erti bahagia? Ada yang beranggapan erti bahagia itu relatif. Ia berubah-ubah dan berbeza antara seorang individu dengan yang lain. Bagi yang sakit, sihat itu dirasakan bahagia. Tetapi apabila sudah sihat, kebahagiaan itu bukan pada kesihatan lagi. Sudah beralih kepada perkara yang lain lagi. Bagi golongan ini kebahagiaan itu adalah satu “moving target” yang tidak spesifik ertinya.
Ada pula golongan pesimis. Mereka beranggapan bahawa tidak ada bahagia di dunia ini. Hidup adalah untuk menderita. Manusia dilahirkan bersama tangisan, hidup bersama tangisan dan akan dihantar ke kubur dengan tangisan. Bahagia adalah satu utopia, ilusi atau angan-angan. Ia tidak ujud dalam realiti dan kenyataan.
• Sumber dalaman atau luaran?
Sebelum mendapat jawapan tentang erti kebahagiaan yang sebenar, mesti dipastikan sumber kebahagiaan itu. Ia datang dari mana? Apakah bahagia itu datang dari luar ke dalam (outside-in) atau dari dalam ke luar (inside-out)?
Ramai yang merasakan bahawa bahagia itu bersumber dari faktor luaran. Ia bersumber daripada harta, kuasa, rupa, nama dan kelulusan yang dimiliki oleh seseorang. Golongan ini merasakan jika berjaya menjadi hartawan, negarawan, bangsawan, rupawan, kenamaan dan cendekiawan maka secara automatik bahagialah mereka.
Atas keyakinan itu ramai yang berhempas pulas dan sanggup melakukan apa sahaja untuk memiliki harta, kuasa dan lain-lain lagi. Kita tidak bahaskan mereka yang miskin, hodoh, tidak popular dan bodoh, lalu gagal merasakan bahagia tetapi mari kita tinjau apakah hidup para hartawan, rupawan, bangsawan, kenamaan dan cendekiawan itu bahagia?
• Realiti hidup jutawan, rupawan dan selebriti.
Realitinya, sudah menjadi “rules of life” (sunatullah), manusia tidak mendapat semua yang diingininya. Tidak ada seorang manusia pun yang dapat mengelakkan diri daripada sesuatu yang tidak disenanginya. Hidup adalah satu ujian yang menimpa semua manusia, tidak kira kedudukan, harta dan pangkatnya. Firman Allah:
“Dijadikan mati dan hidup adalah untuk menguji manusia siapakah yang terbaik amalannya.” Al Mulk.
Si kaya mungkin memiliki harta yang berjuta, tetapi mana mungkin dia mengelakkan diri daripada sakit, tua dan mati? Inilah yang berlaku kepada Cristina Onasis pewaris kekayaan ayahnya Aristotle Onasis, yang mati pada usia yang masih muda walaupun memiliki harta yang berbilion dollar. Mereka yang rupawan, tidak boleh mengelakkan diri daripada cercaan. Madonna, Paris Hilton (sekadar menyebut berapa nama) pernah dikutuk akibat kelakuan buruk masing-masing. Lady Diana yang memiliki semua pakej kelebihan wanita idaman akhirnya mati dalam keadaan yang tragis dan menyedihkan sekali.
John Lenon tidak dapat mengelakkan diri daripada dibunuh walaupun dirinya dipuja oleh jutaan peminat. Elizabeth Taylor pula sedang membilang usia yang kian meragut kecantikan dan potongan badannya. Itu belum dikira lagi nasib malang yang menimpa negarawan dan bangsawan tersohor seperti Al Malik Farouk (Masir), Shah Iran (Iran), Ferdinand Marcos (Filipina), Louis XVI (Perancis), Tsar (Rusia) dan lain-lain lagi. Tegasnya, kesakitan, cercaan, dijatuhkan dan lain-lain ujian hidup telah menumpaskan ramai hartawan, rupawan, negarawan dan cendekiawan dalam perlumbaan mencari kebahagiaan.
• Bukti hilangnya bahagia.
Apa buktinya, mereka hilang bahagia? Tidak payah kita berhujah menggunakan Al Quran dan Al Hadis, melalui paparan media massa sahaja sudah cukup menjadi bukti betapa tidak bahagianya mereka yang memiliki segala-galanya itu. Aneh, apabila selebriti dari Hollywood, yakni mereka yang memiliki rupa yang cantik, harta yang berbilion dolar, nama yang tersohor tetapi dilanda pelbagai masalah kronik. Senarai nama yang berkenaan cukup panjang (lihat sebahagian fakta yang dipaparkan).
Mereka yang terlibat dengan arak, rumah tangga cerai berai, dadah, jenayah, sakit jiwa dan bunuh diri ini sudah tentu tidak bahagia. Jika mereka bahagia dengan nama, harta dan rupa yang dimiliki tentulah mereka tidak akan terlibat dengan semua kekacauan jiwa dan kecelaruan peribadi itu. Tentu ada sesuatu yang “hilang” di tengah lambakan harta, rupa yang cantik dan nama yang popular itu.
• Ujian hidup punca hilang bahagia?
Mari kita lihat persoalan ini lebih dekat. Apakah benar ujian hidup menghilangkan rasa bahagia dalam kehidupan ini? Apakah sakit, usia tua, cercaan manusia, kemiskinan, kegagalan, kekalahan dan lain-lain ujian hidup menjadi sebab hilangnya bahagia? Jawabnya, tidak!
Jika kita beranggapan bahawa ujian hidup itu penyebab hilangnya bahagia maka kita sudah termasuk dalam golongan pesimis yang beranggapan tidak ada kebahagiaan di dunia. Mengapa begitu? Kerana hakikatnya hidup adalah untuk diuji. Itu adalah peraturan hidup yang tidak boleh dielakkan. Sekiranya benar itu penyebab hilangnya bahagia, maka tidak ada seorang pun manusia yang akan bahagia kerana semua manusia pasti diuji.
Atas dasar itu, ujian hidup bukan penyebab hilangnya bahagia. Sebagai perumpamaannya, jika air limau nipis diletakkan di atas tangan yang biasa, maka kita tidak akan berasa apa-apa. Sebaliknya, jika air limau itu dititiskan di atas tangan yang luka maka pedihnya akan terasa. Jadi apakah yang menyebabkan rasa pedih itu? Air limau itu kah atau tangan yang luka itu? Tentu jawapannya, luka di tangan itu.
• Metafora air limau dan luka di tangan
Air limau itu adalah umpama ujian hidup, manakala tangan yang luka itu ialah hati yang sakit. Hati yang sakit ialah hati yang dipenuhi oleh sifat-sifat mazmumah seperti takbur, hasad dengki, marah, kecewa, putus asa, dendam, takut, cinta dunia, gila puji, tamak dan lain-lain lagi. Ujian hidup yang menimpa diri hakikatnya menimbulkan sahaja sifat mazmumah yang sedia bersarang di dalam hati. Bila diuji dengan cercaan manusia, timbullah rasa kecewa, marah atau dendam. Bila diuji dengan harta, muncullah sifat tamak, gila puji dan takbur.
Justeru, miskin, cercaan manusia dan lain-lain itu bukanlah penyebab hilang bahagia tetapi rasa kecewa, marah dan tidak sabar itulah yang menyebabkannya. Pendek kata, ujian hidup hakikatnya hanya menyerlahkan sahaja realiti hati yang sudah tidak bahagia lama sebelum ia menimpa seseorang.
Dengan segala hujah di atas terbuktilah bahawa pendapat yang mengatakan bahagia itu datang dari luar ke dalam adalah tertolak sama sekali. Ini kerana faktor “kesihatan” hati jelas lebih dominan dalam menentukan bahagia atau tidaknya seseorang berbanding segala faktor luaran. Ini secara tidak langsung menunjukkan bahawa kebahagiaan itu datang dari dalam ke luar – soal hati.
• Inilah erti bahagia
Secara mudah kebahagiaan itu ialah memiliki hati yang tenang dalam menghadapi apa jua ujian dalam kehidupan. Inilah erti bahagia yang sebenar selaras petunjuk Allah di dalam Al Quran. Firman Allah:
“Ketahuilah dengan mengingati Allah, hati akan menjadi tenang.” Al Ra’du 28.
Rasulullah S.A.W. juga telah bersabda:
” Bahawasanya di dalam tubuh badan manusia ada seketul daging. Apabila ia baik, baik pulalah seluruh badan, tetapi apabila ia rosak maka rosak pulalah seluruh badan. Ingatlah ia adalah hati. ” (riwayat Bukhari Muslim)
Rasulullah S.A.W bersabda lagi:
” Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda tetapi kekayaan itu sebenarnya ialah kaya hati “
Kaya hati bermaksud hati yang tenang, lapang dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki – bersyukur dengan apa yang ada, sabar dengan apa yang tiada.
Oleh itu hati perlu dibersihkan serta dipulihara dan dipelihara “kesihatannya” agar lahir sifat-sifat mazmumah seperti amanah, sabar, syukur, qanaah, reda, pemaaf dan sebagainya. Kemuncak kebahagiaan ialah apabila hati seseorang mampu mendorong pemiliknya melakukan kebaikan dan menghindari kejahatan dan larangan yang ditentukan oleh Islam dengan mudah dan secara “auto pilot”.
KAEDAH MENCARI BAHAGIA MENURUT AL QURAN DAN AS SUNAH:
1. Beriman dan beramal salih.
“Siapa yang beramal salih baik laki-laki ataupun perempuan dalam keadaan ia beriman, maka Kami akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik dan Kami akan membalas mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang mereka amalkan.” (An-Nahl: 97)
Ibnu ‘Abbas RA meriwayatkan bahawa sekelompok ulama mentafsirkan bahawa kehidupan yang baik (dalam ayat ini) ialah rezeki yang halal dan baik (halalan tayyiban). Sayidina Ali pula mentafsirkannya dengan sifat qana’ah (merasa cukup). Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu ‘Abbas, meriwayatkan bahawa kehidupan yang baik itu adalah kebahagiaan.
2. Banyak mengingat Allah .
Dengan berzikir kita akan mendapat kelapangan dan ketenangan sekali gus bebas daripada rasa gelisah dan gundah gulana. Firman Allah:
“Ketahuilah dengan mengingat (berzikir) kepada Allah akan tenang hati itu.” (Ar-Ra’d: 28)
3. Bersandar kepada Allah.
Dengan cara ini seorang hamba akan memiliki kekuatan jiwa dan tidak mudah putus asa dan kecewa. Allah berfirman:
“Siapa yang bertawakal kepada Allah maka Allah akan mencukupinya.” (Ath-Thalaq: 3)
4. Sentiasa mencari peluang berbuat baik.
Berbuat baik kepada makhluk dalam bentuk ucapan mahupun perbuatan dengan ikhlas dan mengharapkan pahala daripada Allah akan memberi ketenangan hati.
Firman-Nya:
“Tidak ada kebaikan dalam kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh ( manusia) untuk bersedekah atau berbuat kebaikan dan ketaatan atau memperbaiki hubungan di antara manusia. Barang siapa melakukan hal itu karena mengharapkan keredaan Allah, nescaya kelak Kami akan berikan padanya pahala yang besar.” (An-Nisa: 114)
5. Tidak panjang angan-angan tentang masa depan dan tidak meratapi masa silam.
Fikir tetapi jangan khuatir. Jangan banyak berangan-angan terhadap masa depan yang belum pasti. Ini akan menimbulkan rasa gelisah oleh kesukaran yang belum tentu datang. Juga tidak terus meratapi kegagalan dan kepahitan masa lalu karena apa yang telah berlalu tidak mungkin dapat dikembalikan semula. Rasulullah SAW bersabda: “Bersemangatlah untuk memperoleh apa yang bermanfaat bagi mu dan minta tolonglah kepada Allah dan janganlah lemah. Bila menimpa mu sesuatu (dari perkara yang tidak disukai) janganlah engkau berkata: “Seandainya aku melakukan ini nescaya akan begini dan begitu,” akan tetapi katakanlah: “Allah telah menetapkan dan apa yang Dia inginkan Dia akan lakukan,” karena sesungguhnya kalimat ‘seandainya’ itu membuka amalan syaitan.” (HR. Muslim)
6. Melihat “kelebihan” bukan kekurangan diri.
Lihatlah orang yang di bawah dari segi kehidupan dunia, misalnya dalam kurniaan rezeki karena dengan begitu kita tidak akan meremehkan nikmat Allah yang diberikan Allah kepada kita. Rasulullah SAW bersabda:
“Lihatlah orang yang di bawah kamu dan jangan melihat orang yang di atas kamu karena dengan (melihat ke bawah) lebih pantas untuk kamu tidak meremehkan nikmat Allah yang dilimpahkan-Nya kepada kamu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
7. Jangan mengharapkan ucapan terima kasih manusia.
Ketika melakukan sesuatu kebaikan, jangan mengharapkan ucapan terima kasih ataupun balasan manusia. Berharaplah hanya kepada Allah. Kata bijak pandai, jangan mengharapkan ucapan terima kasih kerana umumnya manusia tidak pandai berterima kasih. Malah ada di antara hukama berkata, “sekiranya kita mengharapkan ucapan terima kasih daripada manusia nescaya kita akan menjadi orang yang sakit jiwa!”. Firman Allah:
“Kami memberi makan kepada kalian hanyalah karena mengharap wajah Allah, kami tidak menginginkan dari kalian balasan dan tidak pula ucapan terima kasih.” (Al Insan: 9)
15 Apr 2009 166 Komen
tasawuf-21Ketenangan itu dicapai melalui zikrullah. Namun zikrullah yang bagaimana dapat memberi kesan dan impak kepada hati? Ramai yang berzikir tetapi tidak tenang. Ada orang berkata, “ketika saya dihimpit hutang, jatuh sakit, dicerca dan difitnah, saya pun berzikir. Saya ucapkan subhanallah, alhamdulillah, Allah hu Akbar beratus-ratus malah beribu-ribu kali tetapi mengapa hati tidak tenang juga?”
Zikrullah hakikatnya bukan sekadar menyebut atau menuturkan kalimah. Ada bezanya antara berzikir dengan “membaca” kalimah zikir. Zikir yang berkesan melibatkan tiga dimensi – dimensi lidah (qauli), hati (qalbi) dan perlakuan (fikli). Mari kita lihat lebih dekat bagaimana ketiga-tiga dimensi zikir ini diaplikasikan.
Katalah lidah kita mengucapkan subhanallah – ertinya Maha Suci Allah. Itu zikir qauli. Namun, pada masa yang sama hati hendaklah merasakan Allah itu Maha Suci pada zat, sifat dan af’al (perbuatannya). Segala ilmu yang kita miliki tentang kesucian Allah hendaklah dirasai bukan hanya diketahui. Allah itu misalnya, suci daripada sifat-sifat kotor seperti dendam, khianat, prasangka dan sebagainya.
  • Dimensi kata, rasa dan tindakan
Jika seorang hamba yang berdosa bertaubat kepada-Nya, Allah bukan sahaja mengampunkannya, malah menghapuskan catatan dosa itu, bahkan menyayangi dan memberi “hadiah” kepadanya. Firman Allah:
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahan kamu dan memasukkan kamu ke dalam syurga-syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai…”At Tahrim 8
Firman Allah lagi:
“… Sungguh, Allah menyukai orang yang taubat dan menyukai orang yang menyucikan diri” al baqarah 222.
Sifat ini berbeza sekali dengan kita manusia yang kekadang begitu sukar memaafkan kesalahan orang lain. Dan segelintir yang mampu memaafkan pula begitu sukar melupakan – forgive yes, forget not! Hendak memberi hadiah kepada orang yang bersalah mencaci, memfitnah dan menghina kina? Ah, jauh panggang daripada api! Begitulah kotornya hati kita yang sentiasa diselubungi dendam, prasangka dan sukar memaafkan. Tidak seperti Allah yang begitu suci, lunak dan pemaaf. Jadi, apabila kita bertasbih, rasa-rasa inilah yang harus diresapkan ke dalam hati. Ini zikir qalbi namanya.
Tidak cukup di tahap itu, zikrullah perlu dipertingkatkan lagi ke dimensi ketiga. Hendaklah orang yang bertasbih itu memastikan perlakuannya benar-benar menyucikan Allah. Ertinya, dia melakukan perkara yang selaras dengan suruhan Allah yang Maha Suci dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya. Yang halal, wajib, harus dan sunat dibuat. Manakala yang haram dan makruh ditinggalkannya. Zina, mengumpat, mencuri, memfitnah dan lain-lain dosa yang keji dan kotor dijauhi. Bila ini dapat dilakukan kita telah tiba di dimensi ketiga zikrullah – zikir fikli!  
Sekiranya ketiga-tiga dimensi zikrullah itu dapat dilakukan, maka kesannya sangat mendalam kepada hati. Sekurang-kurang hati akan dapat merasakan empat perkara:
  • Rasa kehambaan.
  • Rasa bertuhan.
  • Memahami maksud takdir.
  • Mendapat hikmah di sebalik ujian.
Hati adalah sumber dari segala-galanya dalam hidup kita, agar kehidupan kita baik dan benar, maka kita perlu menjaga kebersihan hati kita. Jangan sampai hati kita kotori dengan hal-hal yang dapat merosak kehidupan kita apalagi sampai merosak kebahagiaan hidup kita di dunia ini dan di akhirat nanti. Untuk menjaga kebersihan hati maka kita juga perlu untuk menjaga penglihatan, pendengaran, fikiran, ucapan kita dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Dengan menjaga hal-hal tersebut kita dapat menjaga kebersihan hati kita. Dengan hati yang bersih kita gapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
  • Rasa kehambaan.
Rasa kehambaan ialah rasa yang perlu ada di dalam hati seorang hamba Allah terhadap Tuhan-Nya. Antara rasa itu ialah rasa miskin, jahil, lemah, bersalah, hina dan lain-lain lagi. Bila diuji dengan kesakitan, kemiskinan, cercaan misalnya, seorang yang memiliki rasa kehambaan nampak segala-galanya itu datang daripada Allah. Firman Allah:
“Katakanlah (Muhammad), tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakal orang-orang yang beriman.” At Taubah: 51
Seorang hamba akan pasrah dan merasakan bahawa dia wajar diuji. Bukankah dia seorang hamba? Dia akur dengan apa yang berlaku dan tidak mempersoalkan mengapa aku yang diuji? Kenapa aku, bukan orang lain? Ini samalah dengan mempersoalkan Allah yang mendatangkan ujian itu. Menerima hakikat bahawa kita layak diuji akan menyebabkan hati menjadi tenang. Jika kita “memberontak” hati akan bertambah kacau.
Imam Ghazali rhm pernah menyatakan bahawa cukuplah seseorang hamba dikatakan sudah “memberontak” kepada Tuhannya apabila dia menukar kebiasaan-kebiasaan dalam hidupnya apabila diuji Allah dengan sesuatu yang tidak disukainya. Misalnya, dia tidak lalu mahu makan-minum secara teratur, tidak mandi, tidak menyisir rambut, tidak berpakaian kemas, tidak mengemaskan misai dan janggut dan lain-lain yang menjadi selalunya menjadi rutin hidupnya. Ungkapan mandi tak basah, tidur tak lena, makan tak kenyang adalah satu “demonstrasi” seorang yang sudah tercabut rasa kehambaannya apabila diuji.
Bila ditimpa ujian kita diajar untuk mengucapkan kalimah istirja’ – innalillah wa inna ilaihi rajiun. Firman Allah:
“…Iaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-nyalah kami kembali.” Al baqarah 156
Mengapa kita diperintahkan mengucapkan istirja’? Kalimah ini sebenarnya mengingatkan kita agar kembali merasakan rasa kehambaan. Bahawa kita adalah hamba milik Allah dan kepada-Nya kita akan dikembalikan. Kita layak, patut dan mesti diuji kerana kita hamba, bukan tuan apalagi Tuhan dalam hidup ini.
  • Rasa bertuhan.
Rasa kehambaan yang serba lemah, miskin, kurang dan jahil itu mesti diimbangi oleh rasa bertuhan. Bila kita rasa lemah timbul pergantungan kepada yang Maha kuat. Bila kita rasa kurang timbul pengharapan kepada yang Maha sempurna. Bila miskin, timbul rasa hendak meminta kepada yang Maha kaya. Rasa pengharapan, pengaduan dan permintaan hasil menghayati sifat-sifat Allah yang Maha sempurna itulah yang dikatakan rasa bertuhan.
Jika rasa kehambaan menyebabkan kita takut, hina, lemah sebaliknya rasa bertuhan akan menimbulkan rasa berani, mulia dan kuat. Seorang hamba yang paling kuat di kalangan manusia ialah dia yang merasa lemah di sisi Allah. Ketika itu ujian walau bagaimana berat sekalipun akan mampu dihadapi kerana merasakan Allah akan membantunya. Inilah rasa yang dialami oleh Rasulullah SAW yang menenteramkan kebimbangan Sayidina Abu Bakar ketika bersembunyi di gua Thaur dengan katanya, “la tahzan innallaha maana – jangan takut, sesungguhnya Allah bersama kita!”
Rasa bertuhan inilah yang menyebabkan para nabi dan Rasul, mujaddid dan mujtahid, para mujahid dan murabbi sanggup berdepan kekuatan majoriti masyarakat yang menentang mereka mahupun kezaliman pemerintah yang mempunyai kuasa. Tidak ada istilah kecewa dan putus asa dalam kamus hidup mereka. Doa adalah senjata mereka manakala solat dan sabar menjadi wasilah mendapat pertolongan Allah. Firman Allah:
“Dan pohonlah pertolongan dengan sabar dan solat.” Al Baqarah.
Dalam apa jua keadaan, positif mahupun negatif, miskin ataupun kaya, berkuasa ataupun rakyat biasa, tidak dikenali ataupun popular, hati mereka tetap tenang. Firman Allah:
“Dialah Tuhan yang menurunkan ketenangan ke dalam hati orang yang beriman, supaya keimanan mereka makin bertambah daripada keimanan yang telah ada. Kepunyaan Allah tentang langit dan bumi, dan Allah itu Maha Tahu dan Bijaksana.” Al Fathu 4.
Bila hati tenang berlakulah keadaan yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW melalui sabdanya:
Maksudnya: Amat menarik hati keadaan orang beriman, semua pekerjaannya baik belaka, dan itu ada hanya pada orang beriman: Jika memperoleh kesenangan, dia bersyukur. Dan itu memberikannya kebaikan (pahala). Jika ditimpa bahaya (kesusahan), dia sabar dan itu juga memberikannya kebaikan.” – Al Hadis.
  • Memahami maksud takdir Allah.
Mana mungkin kita mengelakkan daripada diuji kerana itu adalah takdir Allah SWT. Yang mampu kita buat hanyalah meningkatkan tahap kebergantungan kita kepada Allah di samping berusaha sedaya upaya menyelesaikan masalah itu. Ungkapan yang terkenal: We can’t direct the wind but we can adjust our sail – kita tidak mampu mengawal arah tiupan angin, kita hanya mampu mengawal kemudi pelayaran kita.
Kemudi dalam pelayaran kehidupan kita hati. Hati yang bersifat bolak-balik (terutamanya bila diuji) hanya akan tenang bila kita beriman kepada Allah – yakin kepada kasih-sayang, keampunan dan sifat pemurah-Nya. Dalam apa jua takdir yang ditimpakan-Nya ke atas kita adalah bermaksud baik sekalipun kelihatan negatif. Baik dan buruk hanya pada pandangan kita yang terbatas, namun pada pandangan-Nya yang Maha luas, semua yang ditakdirkan ke atas hamba-Nya pasti bermaksud baik.
Tidak salah untuk kita menyelesaikan masalah yang menimpa (bahkan kita dituntut untuk berbuat demikian), namun jika masalah itu tidak juga dapat diselesaikan, bersangka baik kepada Allah berdasarkan firman-Nya:
“Ada perkara yang kamu tidak suka tetapi ia baik bagi kamu dan ada perkara yang kamu suka tetapi ia buruk bagi kamu, Dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan kamu tidak mengetahuinya”
Surah Al Baqarah : 216
Seorang ahli hikmah, Ibn Atoillah menjelaskan hakikat ini menerusi katanya, “barang siapa yang menyangka sifat kasih sayang Allah terpisah dalam takdir-Nya, maka itu adalah kerana pen¬deknya penglihatan akal dan mata hati seseorang.”
Siapa tidak inginkan kekayaan, malah kita dituntut mencari harta. Namun jika setelah berusaha sedaya upaya, masih miskin juga, bersangka baiklah dengan Tuhan… mungkin itu caranya untuk kita mendapat pahala sabar. Begitu juga kalau kita ditakdirkan kita tidak berilmu, maka berusahalah untuk belajar, kerana itulah maksud Allah mentakdirkan begitu.
Kalau kita berkuasa, Allah inginkan kita melaksanakan keadilan. Sebaliknya, kalau kita diperintah (oleh pemimpin yang baik), itulah jalan untuk kita memberi ketaatan. Rupanya cantik kita gunakan ke arah kebaikan. Hodoh? kita terselamat daripada fitnah dan godaan. Ya, dalam apa jua takdir Allah, hati kita dipimpin untuk memahami apa maksud Allah di sebalik takdir itu.
Jadi, kita tidak akan merungut, stres dan tertekan dengan ujian hidup. Hayatilah kata-apa yang ditulis oleh Ibnu Atoillah ini:
“Untuk meringankan kepedihan bala yang menimpa, hendak dikenal bahawa Allah-lah yang menurunkan bala itu. Dan yakinlah bahawa keputusan (takdir) Allah itu akan memberikan yang terbaik.”
Tadbirlah hidup kita sebaik-baiknya, namun ingatlah takdir Tuhan sentiasa mengatasi tadbir insan. Jangan cuba mengambil alih “kerja Tuhan” yakni cuba menentukan arah angin dalam kehidupan ini tetapi buatlah kerja kita, yakni mengawal pelayaran hidup kita dengan meningkatkan iman dari semasa ke semasa. Kata bijak pandai: “It’s not what happens to you, but it’s what you do about it. It is not how low you fall but how high you bounce back!”
  • Mendapat hikmah bila diuji.
Hikmah adalah sesuatu yang tersirat di sebalik yang tersurat. Hikmah dikurniakan sebagai hadiah paling besar dengan satu ujian. Hikmah hanya dapat ditempa oleh “mehnah” – didikan langsung daripada Allah melalui ujian-ujian-Nya. Ra¬sul¬ullah s.a.w. bersabda, “perumpamaan orang yang beriman apabila ditimpa ujian, bagai besi yang dimasukkan ke dalam api, lalu hilanglah karatnya (tahi besi) dan tinggallah yang baik sahaja!”
Jika tidak diuji, bagaimana hamba yang taat itu hendak mendapat pahala sabar, syukur, reda, pemaaf, qanaah daripada Tuhan? Maka dengan ujian bentuk inilah ada di kalangan para rasul ditingkatkan kepada darjat Ulul Azmi – yakni mereka yang paling gigih, sabar dan berani menanggung ujian. Ringkas¬nya, hikmah adalah kurnia termahal di sebalik ujian buat golongan para nabi, siddiqin, syuhada dan solihin ialah mereka yang sentiasa diuji.
Firman Allah: Apakah kamu mengira akan masuk ke dalam syurga sedangkan kepada kamu belum datang penderitaan sebagai¬mana yang dideritai orang-orang terdahulu daripada kamu, iaitu mereka ditimpa kesengsaraan, kemelaratan dan ke¬goncangan, sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya merintih: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?”
(Surah al-Baqarah: 214)
Pendek kata, bagi orang beriman, ujian bukanlah sesuatu yang negatif kerana Allah sentiasa mempunyai maksud-maksud yang baik di sebaliknya. Malah dalam keadaan ber¬dosa sekalipun, ujian didatangkan-Nya sebagai satu peng¬ampunan. Manakala dalam keadaan taat, ujian didatangkan untuk meningkatkan darjat.
Justeru, telah sering para muqarrabin (orang yang hampir dengan Allah) tentang hikmah ujian dengan berkata: “Allah melapangkan bagi mu supaya engkau tidak selalu dalam kesempitan dan Allah menyempitkan bagi mu supaya engkau tidak hanyut dalam kelapangan, dan Allah melepaskan engkau dari keduanya, supaya engkau tidak bergantung kepada sesuatu selain Allah.
Apabila keempat-empat perkara ini dapat kita miliki maka hati akan sentiasa riang, gembira dan tenang dengan setiap pekerjaan yang dilakukan. Sentiasa melakukan kerja amal, tolong menolong, bergotong royong, sentiasa bercakap benar, sopan dan hidup dengan berkasih sayang antara satu dengan lain.
Marilah kita bersihkan hati kita dari segala kotorannya dengan memperbanyak zikrullah. Itulah satu-satunya jalan untuk mencari kebahagiaan di dunia dan di akhirat nanti. Manusia perlukan zikir umpama ikan perlukan air. Tanpa zikir, hati akan mati. Tidak salah memburu kekayaan, ilmu, nama yang baik, pangkat yang tinggi tetapi zikrullah mestilah menjadi teras dan asasnya.
Insya-Allah, dengan zikrullah hati kita akan lapang sekalipun duduk di dalam pondok yang sempit apatah lagi kalau tinggal di istana yang luas. Inilah bukti keadilan Allah kerana meletakkan kebahagiaan pada zikrullah – sesuatu yang dapat dicapai oleh semua manusia tidak kira miskin atau kaya, berkuasa atau rakyat jelata, hodoh atau jelita. Dengan itu semua orang layak untuk bahagia asalkan tahu erti dan melalui jalan yang sebenar dalam mencarinya. Rupa-rupanya yang di cari terlalu dekat… hanya berada di dalam hati sendiri!